Senin, 01 November 2010

MENCARI ESENSI KEHIDUPAN


Waktu masih serasa membelit saya dengan keadaan yang dilematis dan tak tentu arah menjalani hidup. Pentingnya sebuah ke-universal-an dalam pikiran adalah hal yang mutlak dalam proses menalari segala proses runut di kehidupan. Pentingnya sebuah arti dari suatu masalah atau sebuah esensi mampu membuat manusia besifat lebih skeptis dalam mempertanyakan setidaknya sebuah pertanyaan yang mendasar “siapakah saya.” Saya berpikir maka saya ada yang dikemukakan oleh Rene Descartes pun adalah sebuah proses manusia yang secara periodik terus mempertanyakan esensi dari kehdupan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Proses bersifat skpetis di atas lah yang membuat manusia ingin menelaah semua kejadian atau semua hal-hal yang ada di lingkup kehidupan mereka bertempat tinggal. Mempertanyakan sebuah esensi yang ingin didapatkan apakah itu baik ataupun buruk efeknya di masa yang akan datang serta mempunyai prospek untuk membahagiakan diri sendiri maupun orang lain. Tentu saja jika hal tersebut mempunyai esensi yang baik dan dioptimalkan akan menjadi sebuah posibilitas yang luar biasa. Namun, terkadang hal yang baik itu bersifat relatif (Protagoras). Dalam artian itu bisa saja menjadi sebuah esensi yang berdampak baik ataupun bisa jadi esensi yang berdampak buruk. Semua hal di dunia ini mempunyai esensi tersendiri.

Banyak manusia terkadang salah memaknai mana esensi yang terbaik dalam kehidupan mereka. Hal ini tidak terlepas dari kodrat manusia yang hidup dengan sebuah pilihan diantara banyak pilihan. Apabila seorang manusia terjebak di dua pilihan terkadang mereka hanya memilih salah satunya. Kecendrungan memilih salah satunya adalah sebagai proses bahwa manusia cenderung ingin memaksimalkan sebuah potensi yang memang dikuasainya. Apakah ada tolak ukur sebuah kebahagiaan yang bisa membuat manusia bisa menakar seberapa bahagianya dia sebagai makhluk di bumi ini. Mungkin tidak ada. Jawabannya masih merupakan tanda tanya. Apakah manusia selalu dan akan mencari kebahagiaan yang mutlak ataupun yang tergolong pemuasan akan diri sendiri untuk mencapai sebuah kebutuhan rohani dan jiwa. Apabila sebuah jiwa sudah terbeleggu akan banyaknya problema mungkin saja secercah kebahagiaan yang datang dianggap teralu bias bagi orang tersebut. Namun, bagi saya ataupun kebanyakan orang kebutuhan untuk bersyukur terhadap nikmat Sang Pencipta. Menurut saya, setiap manusia bisa memaksimalkan pilihan yang ada dengan menyeimbangkan kadar serta porsinya masing-masing. Penyeimbangan ke arah yang poitif dan progresif bisa membuat manusia mampu membahagiakan hidupnya dengan usaha yang tidak terbatas. Mereka melakukan apa yang datang dari sebuah hati nurani. Dorongan melakukan hal-hal yang setidaknya bisa membahagiakan diri sendiri terkadang bisa berdampak terhadap orang sekitar kita. Dan pada akhirnya mencari sebuah esensi akan kebahagiaan mempunyai peluang yang sama besar dalam pencapaiannya. Hal ini didasari dari kehidupan manusia ini adalah sebuah yang relatif dan adil. Tergantung cara pandang seseorang yang membuat kehidupan di dunia ini bahagia atau tidak.