ANALISIS
TOKOH DALAM FILM LASKAR PELANGI
oleh : M. FAJRI
oleh : M. FAJRI
I.
Sinopsis
Film
ini berkisah tentang 10 orang anak yang mempunyai mimpi untuk belajar di sebuah
sekolah yang sederhana dan mempunyai keterbatasan dalam banyak hal. Tokoh dalam
film(kesepuluh anak yang mempunyai “mimpi-mimpi”) ini adalah Ikal, Lintang, Sahara,
Mahar, A Kiong (Chau Chin Kiong), Syahdan, Kucai, Borek, Trapani, Harun.
Kesepuluh anak ini diterima di SD Muhammadiyah Gantong yang muridnya hanya
mereka bersepuluh juga. Mereka diajar oleh Bu Guru yang mengabdikan dirinya dan
rela menolak tawaran SD PN Timah yang menawarkan kesejahteraan dan gaji yang
lebih besar ini. Bu Guru Muslimah namanya. Ia adalah satu-satunya guru wanita
diantara 3 guru yang ada di SD Muhammadiyah. Ketika tahun ajaran baru, Kepala
Sekolah SD ini, Pak Harfan (yang juga teman baik Ayahnya Buk Mus, begitu Bu Muslimah
sering dipanggil oleh beliau), telah bersiap-siap degan muka tegang untuk
menunggu murid yang akan mendaftar di SD ini. Pak Harfan tetap mempertahankan
SD ini walaupun setiap tahun tidak ada yang berminat mendaftar ke SD ini.
Namun, Pak Harfan tetap berusaha untuk mempertahankan SD ini. Tak disangka, SD
yang memang bisa dijangkau oleh anak yang berasal dari keluarga miskin ini,
sudah terlihat ada orang tua yang tergolong tidak mampu mnyekolahkan anaknya,
datang dan ingin mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut. Sekolah ini akan
ditutup apabila tidak memenuhi persyaratan jumlah minimal siswa yang menempuh
pendidikan di SD tersebut. Dinas Pendidikan Belitung mengisyaratkan bahwa
minimal harus ada 10 peserta ajar untuk sebuah sekolah. Pak Harfan dan Buk Mus
sudah berharap cemas karena yang hadir dan mendaftar baru sebanyak 9 orang
hingga pukul 11 lewat. Mereka seperti sudah kehilangan harapan bahwa SD ini
akan ditutup bila tidak memenuhi persyaratan tersebut. Dan beberapa selang
menit kemudian, seorang anak berlari dari tengan lapangan rumput menuju ke SD
tersebut. Dan, akhirnya terselamatkan dan SD Muhammadiyah dapat dipertahankan.
Dari
sinilah bermula mimpi-mimpi anak-anak tersebut untuk mengeyam pendidikan mulai
terpupuk. Mereka menyebut kelompok mereka sebagai Laskar Pelangi. Buk Mus lah
yang memberi nama tersebut. Lintang yang jenius namun berasal dari keluarga
nelayan pesisir yang miskin, Ikal yang ayahnya hanya sebagai buruh tambang di
PN Timah yang gajinya tergolong rendah, dan anak-anak Laskar Pelangi yang
lainnya yang juga tergolong keluarga yang tidak mampu untuk menyekolahkan
anak-anak mereka. Namun, dari semua hal tersebut, mereka tetap bisa menampilkan
semangat juang pantang menyerah. Mereka terbukti bisa mengalahkan SD PN Timah
dan SD kenamaan yang lainnya dalam lomba karnaval yang diadakan setiap tahun
oleh pemerintah setempat. Mereka juga berhasil memenangi juara lomba cerdas
cermat diantara SD yang tergolong sepertinya akan mampu memenangi lomba
tersebut. Berkat kegigihan Pak Harfan, Buk Mus, dan motivasi dari anak-anak itu
sendiri yang juga terinfluensi dari Lintang(yang layak dijadikan sebagai role model). Mereka dapat memenangi
lomba yang sebelumnya masyarakat sekitar daerah tersebut tidak mempercayai
bahwa SD Muhammadiyah akan memenangi kedua lomba tersebut.
Halangan
dan rintangan terus menerpa. Bermula dari Pak Bakrie(guru pria) yang telah
jenuh dan bosan di SD Muhammadiyah tersebut, ia kemudian menerima tawaran
mengajar di SD yang lebih berkeas dan lebih terstruktur dibanding SD Muhammadiyah
tersebut. Selang waktu kemudian, Pak Harfan dan Buk Mus lah yang berusaha
dengan gigih untuk mengajar anank- Laskar Pelangi tersebut. Namun, kondidi Pak
Harfan terus memburuk karena ia juga sudah menua dan sakit. Pak Harfan akhirnya
meninggal di meja kerjanya. Ia meninggal dalam keadaan seperti tertidur di atas
meja kerjanya. Buk Mus sempat tidak masuk untuk mengajar atas kematian Pak
Harfan, namun kemudian pada akhirnya Pak Zul(temannya Pak Harfan)lah yang
meyakinkan bahwa cita-cita Pak Harfan yang jngin membangun SD yang pengajaran
ilmunya berasal dari hati, yang membuat Buk Mus kembali bersemangat mengajar.
Ia menjadi satu-satunya guru yang mengajar anak-anak Laskar Pelangi.
Segala
perjuangan dan tantangan dilewati Buk Mus dengan gigih. Ia tetap mengajar
anak-anak Laskar dan pada akhirnya menuntun mereka untuk juara di lomba cerdas
cermat. Namun, semuanya bukan tanpa halangan. Ketika Lintang pulang dan ingin
memperlihatkan piala yang dimenanginya di lomba cerdas cermat kepada ayahnya,
ayahnya blum juga pulang. Ternyata ayah Lintang meninggal di laut. Padahal ia
masih mempunyai 3 adik yang harus ia hidupi. Setelah semua itu, Lintang
mengundurkan diri dari SD Muhammadiyah karena ia meraa tidak akan mampu
melanjutkan belajarnya di sana karena ia harus menafkahi dan menhidupi
adik-adiknya yang 3 orang tersebut. Lintang dengan umurnya yang masih belia
pada akhirnya harus mengubur mimpinya untuk bersekolah tinggi. SD Muhammadiyah
kehilangan salah satu putra terbaiknya karena hal yang tidak diduga. Semua
murid SD Muhammadiyah sedih akan hal ini.
II.
Perihal Flo
Flo
adalah anak dari keluarga kaya. Ia merupakan anak yang pendiam dan misterius
dalam banyak aspek. Ia mengikuti kegiatan belajar di SD PN Timah yang terkenal
dengan berbagai atribut yang serba ada. SD ini merupakan SD yang kebanyakan
dari mereka adalah anak dari pegawai teras PN Timah Belitung yang bisa
digolongkan termasuk golongan elite di kota Gantong.
Sejak
menyaksikan pertunjukkan dari SD Muhammadiyah Gantong, ia tertarik untuk
berpindah untuk belajar di SD tempat anak-anak Laskar Pelangi menuntut ilmu
tersebut. Ia terlihat sangat senang dan takjub ketika melihat atraksi dan seni
tari ala Papua yang ditunjukkan oleh anak-anak Laskar Pelangi. Terinspirasi
dari ketua kelompok seni tari tersebut, yaitu Mahar, ia pada akhirnya pindah ke
SD Muhammadiyah tersebut.
Perkenalan
dengan anak-anak Laskar Pelangi sebenarnya telah terjadi. Mereka telah bertemu
sewaktu tidak ada piihan bahwa anak-anak Laskar Pelangi harus menumpang ujian akhir
tahun di SD PN Timah. Walaupun banyak anak SD PN Timah yang memandang miris
ketika mereka di satu kelas melaksanakan ujian, Flo tetap memandang anak-anak
tersebut sebagai sekelompok anak yang menarik dan mempunyai suatu misteri dan
keunikan tersendiri baginya.
Sebelumnya,
anak-anak Laskar Pelangi tersebut, berangkat dengan pakaian seadanya yang kumal
untuk melaksanakan ujian di SD PN Timah tersebut. Hal ini kontras dengan apa
yang dipakai dengan SD PN Timah tersebut. Mereka sempat merasa minder dan tidak
percaya diri ketika akan masuk ke salah satu ruang kelas SD PN Timah tempat
mereka akan melaksanakan ujian tersebut. Namun, pada akhirnya mereka bisa
melakukannya dengan cukup baik walaupun sempat ditertawakan oleh para guru SD
PN Timah yang mengawasi mereka. Bermula dari inilah Flo memandang mereka
sebagai sekelompok anak yang tidak patut dijauhi namun ia malah ingin berteman
dekat dengan anak-anak Laskar Pelangi. Ia merasa tidak cocok dengan anak-anak
di sekolah tersebut karena terlalu meremehkan anak-anak yang bersekolah di sekolah
untuk orang yang miskin.
Ia
hanya berbicara dan akrab hanya dengan beberapa anak-anak anggota Laskar
Pelangi. Tokoh yang paling dekat dengannya adalah Mahar, si kurus kecil ganteng
yang mempunyai jiwa seni yang tinggi. Ia merasa Mahar yang paling bisa mengerti
apa yang ia bicarakan.
III.
Landasan Teori
1. Internal
M
Sherif dan C. W. Sherif( 1956, dalam Sarlito 1991) menyebutkan bahwa ada 2
motif seseorang dalam melakukan sesuatu. Biogenik dan Sosiogenik. Sosiogenik
timbul karena perkembangan individu dalam tatanan sosialnya dan terbentuk
karena hubungan antar pribadi, hubungan antar kelompok atau nilai-nilai sosial.
Menurut Sherif, egolah yang membentuk motif sosiogenik karena motif ini berasal
dari motif biogenik. Motif sosiogenik bergantung pada proses belajar.
Kurt
Lewin dalam Sarlito(1991) menyebutkan stimulus yang mempunyai nilai valensi
yang negatif akan cenderung dijauhi sedangkan stimulus yang mempunyai valensi
positif akan cenderung didekati. R. W. White (1959) menyebutkan manusia selalu
ingin berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya. Jung dalam Sarlito(1991),
menambahkan dalam berhubungan dengan dunia luar atau lingkungan, orang akan
berinteraksi sama jika mengalami hal yang serupa.
F.
Helder(1958) menyebutkan tentang teori balanced
dan imbalanced antara seseorang
dengan orang lainnya, yaitu, jika P menyukai X, dan Q juga menyukai X maka yang
terjadi balanced. Jika P menyukai X
dan tidak menyukai X, maka yang terjadi imbalanced.
Seseorang
yang mencari keamanan dari lingkungannya berada di tingkatan safety dalam hirarki Maslow(Santrock,
2010). Internal motivation merupakan
dorongan dalam diri individu untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya.
Santrock membagi motivasi internal menjadi 4, yaitu. determinasi diri sendiri
dan pilhan secara pribadi, pengalaman yang optimal dan berjlan dengan baik,
minat atau interest, cognitive engagement
dan self-responsbility.
2. Eksternal
Pendapatan
orang tua juga bisa berpengaruh terhadap kondisi psikologis anggota keluarga
yang lain. Menurut Hill & Duncen (1987, dalam Kaplan, Lancaster, &
Anderson, 1998; Yeung, Duncan & Hill, 2000; Allen & Dalley, 2007 )
menjelaskan pendapatan sang ayah berguna dalam pencapaian pada anak.
Keadaan
ekonomi keluarga serta latar belakang pendidikan orangtua juga termasuk dalam situasi
keluarga dan rumah. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Davis-Kean
menunjukkan hasil bahwa pendidikan orangtua secara tidak langsung dapat
mempengaruhi pencapaian akademis anak karena adanya dukungan kepercayaan
orangtua dan perilaku yang merangsang pendidikan di rumah.
Penelitian
selanjutnya menunjukkan bahwa sampel dengan pemasukan keluarga yang rendah,
keluarga-keluarga tersebut mengalami ketidkastabilan kondisi dan status seperti
stress, perpindahan, perubahan status kerja, dan sekolah anak yang
berpindah-pindah) mempengaruhi keterlibatan orangtua pada sekolah anak-anak
mereka. (Englund dkk., 2004). Hal ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa
kondisi ekonomi orang tua sangat berpengaruh terhadap performa pendidikan anak.
Bronfenbrenner dalam Santrock (2010) membagi
faktor lingkungan sosial tersebut menjadi tiga faktor secara umum yaitu
keluarga, sekolah dan peer-group.
Faktor sekolah menjadi penting karena adanya fakta bahwa orang tua tidak
mungkin dapat mengawasi penuh seluruh tahap perkembangan anak, khususnya ketika
anak mulai memasuki masa remaja dan dewasa awal. Keberadaan
sekolah juga dapat menjadi bumerang ketika pendidikan dan sosialisasi yang
diberikan dalam sekolah itu sendiri tidak sesuai atau bahkan salah tujuan.
Dengan demikian diperlukan perhatian, perencanaan serta pelaksanaan yang tepat
agar keberadaan sekolah dapat menghasilkan dampak positif bagi perkembangan
anak.
Peran sekolah dalam masa perkembangan anak sangatlah
penting, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan sekolah tidak dapat
lepas dari keberadaan faktor lain yaitu keluarga dan peer-group. Bronfenbrenner
(dalam Santrock, 2011) menekankan pentingnya ketiga faktor ini yaitu keluarga,
sekolah dan peer-group dalam
menunjang perkembangan anak.
Bagaimana
dengan anak tunggal? Banyak orang beranggapan bahwa anak tunggal tidak memiliki
benefit seperti yang dimiliki anak-anak lain, yaitu interaksi sosial kakak atau
adik yang dapat mengajarkan mereka untuk membina kasih sayang, kemampuan
bekerja sama, dan sebagainya. Tak sedikit pula yang mengatakan bahwa anak
tunggal egois, kesepian, dan kurang mampu menyesuaikan diri. Namun, penelitian
yang dilakukan Falbo dan Polit berkata sebaliknya. Penelitian ini menghasilkan
bahwa anak tunggal memiliki prestasi akademis dan kecerdasan verbal yang
sedikit diatas anak-anak dengan saudara (Falbo & Polit dalam Papalia, Olds,
& Feldman, 2009). Anak tunggal cenderung lebih termotivasi untuk mencapai
tujuan didukung dengan harga diri yang sedikit lebih tinggi; dan dalam aspek
penyesuaian emosi, sosiabilitas, atau popularitas, anak tunggal tidak berbeda
dengan anak yang memiliki saudara. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh orang
tua yang hanya fokus memberikan perhatian kepada satu anak, sehingga ekspektasi
orang tua terhadap anak lebih besar daripada orang tua yang memiliki banyak
anak (hal. 278).
3. Human
Information Processing
Aspek
penting dari pengetahuan adalah kemampuan untuk mengorganisasikan pengetahuan
lebih baik dibanding orang lain dalam hal beradaptasi dalam situasi yang baru
dan menjadi pribadi fleksibel(National
Research Council, 1999, hal.33 dalam Santrock 2010).
Berdasarkan
Teori Psikososialnya Erikson, anak yang berumur 6-12 tahun termasuk fase
Industrial vs Inferior. Pada fase ini, anak mencari jati dirinya. Dari sudut pandang Piaget dalam Santrock, Flo
termasuk fase concrete operational
karena ia masih belum bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak
nyata.
Myers(1996
dalam Sarlito 1991) menyebutkan kecendrungan memberi atribusi disebabkan oleh
kecendrungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu(rasa keingintahuan),
termasuk apa yang ada di balik perilaku orang lain. Sarlito membagi kesalahan
memproses informasi terhadap kondisi sosial menjadi 3, salah satunya Ilusi
tentang korelasi. Dia menjelaskan bahwa kebanyakan orang akan menganggap ada
hubungan antara suatu kejadian yang tidak terlalu berpengaruh sebenarnya
terhadap kejadian yang dipertanyakan. Mc Farland dkk. menambahkan (1989 dalam
Sarlito) dengan penelitian tentang hubungan antara siklus haid dengan suasana
hati.Ia menemukan bahwa sebagian besar wanita merasa bahwa ada hubungan antara
suasana hati dengan siklus haid mereka.
Apabila
seorang individu berjumpa dengan seseorang dan orang tersebut memberikan reaksi
menghargai dan menyenangkan, maka emosi yang ditimbulkan adalah emosi
positif(Downey & Kessler, 1991). Pertemuan yang berulang-ulang dengan orang
yang dikenal akan memudahkan komunikasi dengan orang tersebut dan menimbulkan
kedekatan terhadap orang yang tidak dikenal tersebut(Zojonic, 1968 dalam Sarlito).
IV.
Analisis Tokoh Flo
Flo
adalah anak yang pendiam dan tidak terlalu banyak bicara. Ia tertarik terhadap
hal-hal yang berbau pengetahuan dan mistis. Ini terlihat ketika ia mengajak
Mahar dan anak-anak Laskar Pelangi untuk melihat hantu dan menemui dukun di
pulau yang letaknya diseberang tempat mereka tinggal.
Flo
adalah anak dari keluarga kaya yang membuat segala kebutuhannya dapat terpenuhi
baik dari segi akademis ataupun non akademis. Orang tuanya bisa dibilang cukup baik
dalam menjaga Flo karena ketika ia menghilang dan kabur dari rumah untuk pindah
ke SD Muhammadiyah, orang tuanya mencari ia sampai malam. Hal ini juga terlihat
dalam pemilihan orang tuanya yang pada akhirnya menuruti keinginan Flo untuk
bersekolah di sana. Orang tuanya sadar bahwa minat anak itu tidak bisa
dipaksakan namun harus tetap terarah.
Peran
keluarga juga terlihat ketika ia pindah ke SD Muhammadiyah Gantong ia
membagikan semua buku koleksinya yang ada kepada anak-anak Laskar Pelangi. Ini
membuktikan bahwa keluarga membelikan buku yang ia minati. Di sini terlihat
peran sosial ekonomi keluarga yang mendukung ia untuk mengembangkan minatnya
terhadap bacaan.
Peran
dia sebagai anak tunggal juga perlu mendapat sorotan yang penting. Bagaimana
dengan anak tunggal? Banyak orang beranggapan bahwa anak tunggal tidak memiliki
benefit seperti yang dimiliki anak-anak lain, yaitu interaksi sosial kakak atau
adik yang dapat mengajarkan mereka untuk membina kasih sayang, kemampuan
bekerja sama, dan sebagainya. Anggapan anak tunggal egois, kesepian, dan kurang
mampu menyesuaikan diri terlihat dalam lingkungan Flo di SD PN Timah. Namun hal
tersebut tidak terlihat ketika ia bia beradaptasi dengan baik dengan anak-anak
Laskar Pelangi walaupun ada juga yang tidak menyukainya.
Status
ekonomi keluarga membuat dia bisa membeli buku yang berkualitas(dapat dilihat
dari buku yang diberikan kepada anak-anak Laskar Pelangi, yaitu National Geographic). Dari buku-buku, ia
menaruh minat terhadap alam terutama hal-hal yang berbau mistis. Dari sinilah,
ia melihat bahwa ada kesamaan motivasi, hobi, serta minat dengan anak-anak
Laskar Pelangi terutama Mahar yang minat terhadap kesenian dan mistis. Sebelum
ia pindah, ia sempat memberikan buku National
Geographic kepada Mahar untuk dibaca. Hal ini juga menunjukkan bahwa ia
peduli terhadap orang yang mempunyai kesamaan interest seperti dirinya.
Hal di
atas diperkuat setelah anak-anak Laskar Pelangi tampil di Karnaval Tahunan yang
diadakan Dinas Pendidikan Belitung. Anak-anak tersebut memperlihatkan
kekompakan yang solid. Inilah yang membuat Flo semakin tertarik untuk berteman
dengan anak-anak tersebut. Terlihat di sini, motivasinya di sekolah PN Timah
berkurang karena ia merasa peer yang
ada di sana dan lingkungan pertemannya tidak mendukung interest-nya.
Hal di
atas menunjukkan atribusi sosialnya terhadap anak-anak Laskar Pelangi positif.
Padahal ia baru melihat anak-anak tersebut sekali sewaktu mereka menumpang
ujian di sekolah Flo. Ia mengatribusikan orang-orang yang miskin tidak sebagai
suatu yang kumal, negatif dan sesuatu yang perlu dijauhi. Atribusinya terhadap
orang miskin positif yang membuat ia dapat diterima oleh anak-anak Laskar
Pelangi secara positif juga.
Dari
sisi kepribadian, Flo dapat digolongkan dalam kepribadian yang introvert. Ia terlihat lebih senang
berbicara dengan Mahar dibanding dengan anak yang lain. Ia juga lebih
mempercayai Mahar dibanding anak yang lain. Ketertarikannya lebih kepada satu
individu yang mempunyai kesamaan interest
dibanding dengan kelompok Laskar Pelangi.
Kemampuan
dia bersosialisasi juga dapat menjadi acuan penting. Sosialisasi di sini adalah
sosialisasinya dengan lingkungan baru. Ia dapat berteman langsung dengan
anak-anak dengan adaptasi. Dia juga memiliki kemampuan mengintervensi anak-anak
Laskar Pelangi. Intervensinya berhasil dan terbukti sewaktu anak-anak Laskar
Pelangi yang digawangi oleh Mahar pada akhirnya menuruti keinginan dan
perintahnya Flo. Flo ingin bertemu dukun yang bernama Tuk Bayantula. Ia ingin
menanyai tentang hal yang ingin diketahuinya yaitu tentang hal yang mistis
apakah hantu itu ada atau tidak. Walaupun pada akhirnya, jimat yang diberikan
Tuk Bayantula tidak memberikan jawaban bagi mereka.
Pemprosesan
informasi Flo menurut Erikson masih dalam tahap concrete operational karena ia masih menganggap hal mistis itu ada.
Padahal secara sains, hal itu tidak bisa dibuktikan. Hal ini berkaitan dengan
informasi dan pengalaman yang ada dan telah ia pelajari sebelumnya(experience before). Hal ini juga
diperkuat oleh Erikson yang menggap Flo masih masuk dalam tahap Industri vs
Inferior. Ia sudah mampu menghasilkan pikiran yang menurut ia benar dan dapat
diterima yaitu pikirannya tentang dunia mistik.
V.
Kesimpulan
Dari
segi internal, ia memiliki motivasi untuk pindah dari sekolah yang elite ke
sekolah Muhammadiyah. Ia termotivasi karena ia dapat berteman dengan anak-anak
yang tidak terlalu memikirkan jarak dan status ekonomi keluarga. Ia juga
memiliki internal motivation bahwa ia
memiliki kesamaan visi, misi, hobi, serta interest
dengan anak-anak Laskar Pelangi.
Tokoh
Flo juga merupakan anak yang memiliki tingkat sosialisasi dan adaptasi yang baik.
Hal ini bisa dilihat ia bisa diterima secara baik oleh anak Laskar Pelangi.
Pengaruh dari keluarganya yang tergolong ekonomi atas mendukung ia untuk
mengembangkan minatnya terhadap pengetahuan terhadap alam. Ia bisa membagi
pengalaman dan bukunya kepada anak Laskar Pelangi yang membuat ia bisa berbagi
informasi dan atas dasar kesamaan mintalah yang membuat ia dapat bersosialisasi
dan beradapatadi dengan baik.
Dari
sisi atribusinya terhadap anak Laskar Pelangi juga membantu dia dalam
beradaptasi. Ia memang lebih suka berteman dengan anak yang tidak terlalu kaya
dan tidak mempunyai latar belakang ekonomi yang sama dengannya karena
kebanyakan hal tersebut menimbulkan motivasi berlebihan atau aksen sombong.
Pemprosesan
informasi Flo menurut Erikson masih dalam tahap concrete operational karena ia masih menganggap hal mistis itu ada.
Padahal secara sains, hal itu tidak bisa dibuktikan. Hal ini berkaitan dengan
informasi dan pengalaman yang ada dan telah ia pelahari sebelumnya(experience before).
Hal
ini juga diperkuat oleh Erikson yang menggap Flo masih masuk dalam tahap
Industri vs Inferior. Ia sudah mampu menghasilkan pikiran yang menurut ia benar
dan dapat diterima yaitu pikirannya tentang dunia mistik.
Daftar Pustaka
Papalia, D. E., Olds, S. W.,
& Feldman, R. D. (2009). Human
development (11th ed.). USA: McGraw-Hill.
Santrock, J. W. (2011). Educational psychology (5th ed.). New York: McGraw-Hill.
Sarwono, S. W. & Meinarno,
E. A. (2009). Psikologi Sosial.
Jakarta: Salemba
Humanika.Allen, S., & Dally, K. (2007). The Effects of father involvement: An
updated research summary of the evidence. Diakses dari Centre for Families,
Work & Well-Being University of Guelph: http://www.fira.ca/cms/documents/29/Effects_of_Father_Involvement.pdf
Davis-Kean, P.E. (2005). The Influence of parent education and family
income on child achievement: The indirect role of parental expectations and the
home environment. Journal of Family
Psychology,19(2), 294-304.King, L. A. (2011). The Science of Psychology: An Appreciative
View. New York: Mc Graw Hill.