TUGAS
MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
DISUSUN
OLEH :
M.
FAJRI/ 1006689076
FAKTOR EKSTERNAL(KELUARGA) yang MEMPENGARUHI
PENDIDIKAN ANAK
Orang tua adalah aktor
dan aktris dibalik kehidupan anaknya. Orang tua diharapkan dapat mendidik anak
secara benar agar dapat diterima di lingkungan secara baik. Orang tua
mempersiapkan anak-anaknya dalam hal kebutuhan fisik, ekonomi, dan situasi
psikososial yang akan membuat mereka survive
dan dapat berkebutuhan yang cukup(Pew Charitable Trust, 1996). Anak-anak juga
bergantung kepada orang tuanya dalam hal yang sangat esensial dalam hidup ini,
seperti makanan, pakaian, kesehatan, pengasuhan yang baik, dan cinta.
Orang tua dapat membantu
anaknya dalam membentuk tingkah laku baik, percaya terhadap dirinya sendiri,
dan kemampuan/skill dalam hal
menghadapi tantangan zaman. Dalam hal ini bisa dikatakan, orang tua dituntut
lebih responsif terhadap anak-anaknya.
Banyak orang yang
menganggap menjadi orang tua adalah hal yang menyenangkan namun di sisi lain
apakah mereka siap dalam hal melakukan parenting
yang efektif dan tepat sasaran? Parenting
yang efektif membutuhkan tenaga dan waktu yang signifikan dan berkelanjutan dan
di sisi lain parenting yang tidak
efektif akan menyebabkan masalah pada perilaku anak pada masa awal kehidupannya
(Swick dan Graves, 1993).
Studi tahun 1993 oleh
Rosenberg mendemonstrasikan efek dari neighbourhood
pada academic dan vocational achievement dengan
membandingkan pencapaian anak dalam 2 grup keluarga yang meninggalkan sebuah
kota yang di dalamnya terdapat banyak kekerasan, kemudian kondisi kehidupan mereka
menjadi lebih baik karena jauh dari kekerasan tersebut. Ini menunjukkan peran
keluarga dalam mengidentifikasi kebutuhan anak. Apabila anak terus hidup dan
terstimulasi dalam kekerasan maka bukan tidak mungkin anak tersebut juga akan
menunjukkan perilaku yang tidak baik pula.
A. ORANG
TUA SEBAGAI ROLE MODEL BAGI ANAKNYA
Keluarga dalam hal ini
orang tua akan lebih mudah menstimulasi anaknya dengan cara yang positif jika
di lingkungannya juga menanamkan value
yang juga positif. Anak-anak yang tinggal dalam keluarga yang orang tuanya
memperlihatkan perilaku kekerasan dan cenderung negatif akan berdampak kepada
kepribadian anak. Mereka akan cenderung menjadi pribadi yang negatif pula
karena hal di atas. Secara personal, mereka akan dikorbankan oleh orang tuanya
karena mereka tidak punya role model
yang baik/positif untuk ditiru/modelling karena anak-anak akan lebih cenderung
meniru tingkah laku orang di sekitarnya(Bandura, 2007). Hal ini dikarenakan
orang tua sebagai sosialisasi primer atau awal seorang anak. Istilah ini biasa
disebut agent of change. Apabila
orang tua yang dijadikan role model
dalam keseharian anak tersebut bersikap negatif maka anak tersebut juga akan
dibentuk menjadi pribadi yang negatif karena mereka terstimulasi oleh orang
tuanya. Mereka tinggal dengan orang tua dan seharusnya orang tua dapat menjadi role model yang baik bagi anaknya.
Construction
self oleh
seorang anak dibentuk dari kejadian sehari-hari yang diperlihatkan dan disokong
atau di-trigger oleh anggota keluarganya.
Dapat dikatakan bahwa anggota keluarga baik orang tua dan anggota keluarga yang
lain dapat mempengaruhi bagaimana seorang anak mengkonstruksi dirinya sendiri (Miller,
Potts, Fung, Hogstra & Mintz, 1990). Orang tua dan anggota keluarga yang
membantu anak-anak dengan cara yang baik maka anak tersebut bisa mengkonstruk
dirinya sebagai seorang yang baik pula.
Kegagalan orang tua dalam
memahami seperti bagaimana agar menjadi role
model yang baik bagi anak adalah salah satu pembentuk pribadi yang tidak
baik bagi anak. Kebanyakan orang tua hanya memahami cara mendidik anak secara
teoritik namun tidak mampu mengaplikasikan cara yang benar, tepat, dan
komprehensif. Dalam hal ini orang tua dituntut mengajarkan dan memperlihatkan
nilai-nilai yang baik terhadap anak-anaknya.
Orang tua juga harus
memperhatikan “bagaimana cara menanggapi/merespon anak.” Hal ini memungkinkan
anak untuk dapat perhatian yang cukup intensif dalam masa perkembangannya dalam
hal pendidikan. Orang tua harus tepat sasaran dalam menggunakan cara yang baik
agar anak tersebut mendapatkan pengajaran dan pendidikan yang sesuai dengan
tuntutan orang sekitarnya. Semuanya dijembatani dengan komunikasi.
Komunikasi yang baik akan
meningkatkan hubungan yang baik antara anak dan orang tua. Pada zaman sekarang
banyak komunikasi antara anak dan orang tua menjadi tidak baik. Hal ini terkait
dengan budaya, pengaaran di masa kecil, dan lingkungan.
Orang tua dapat menjadi
pendengar yang baik bagi anak-anaknya. Hal ini termasuk penting dalam proses
mendidik anak karena komunikasi yang terjalin secara baik antara anak dan orang
tuanya dapat menambah rasa kedekatan antara mereka. Dalam buku, “Menjadi Orang
Tua yang Efektif (MOE) dalam Praktek,” disebutkan ada beberapa macam cara
mendengar yang dapat diterapkan oleh orang tua dalam hal menjadi “konselor”
bagi anaknya. Pertama, mendengar pasif. Mendengar secara pasif ditandai dengan
anggukan, deheman, dan semacam itu apabila anak mengutarakan masalahnya kepada
orang tua. Dalam hal ini anak diberi wewenang secara terbuka untuk menceritakan
masalahnya baik di dalam diri anak tersebut ataupun masalahnya dengan
lingkungan seperti konflik dengan teman, konflik di sekolah ataupun konflik
dengan teman sepermainan. Kedua, tanggapan mengiyakan(acknowledge response). Anak akan bingung kalau orang tuanya hanya
mengangguk ataupun mendehem saja, anak butuh tanggapan verbal dari orang tuanya
sebagai bentuk rasa kepedulian yang ia rasakan dari orang tuanya. Ketiga,
pengajakan terhadap keterbukaan anak untuk mengutarakan masalah. Anak
kadangkala tidak akan mau menceritakan permasalahan kalau orang tua tidak
memberikan “umpan” atau bisa disebut pertanyaan. Apakah itu masalah akademisnya
ataupun masalah lainnya, orang tua di sini juga harus memberikan hal tersebut
agar anak mau lebih terbuka karena orang tua-lah fasilitator seorang anak
ketika dalam keadaan bermasalah. Keempat, mendengar aktif. Metode mendengar
aktif banyak diterapkan oleh orang tua pada zaman sekarang. Mendengar aktif
dapat membuat suasana hati anak yang mungkin sedang mengalami masalah dapat
menjadi lebih baik ketika orang tuanya tidak hanya mendengar, mengiyakan, dan
bertanya, tapi juga memahami keadaan anak secara keseluruhan baik dari sudut
padang anak maupun dari sudut pandang orang tua. Anak akan merasa lebih aman
ketika orang tua dapat memahami apa yang benar-benar mereka rasakan ketika
mengahdapi suatu masalah. Mereka tidak merasa menghadapi masalah itu sendirian
tanpa ada bantuan dari siapapun. Dengan metode mendengar secara aktif, orang
tua dapat mengakomodir apa kebutuhan anak ktika dia sedang dalam masalah.
Apabila semua komunikasi
antara anak dan orang tua lancar, maka anak tidak akan merasa orang tua
bersikap tidak peduli, tidak baik, dan tidak mau mendengarkan keluhan si anak
tersebut. Orang tua yang baik tahu bagaimana mengakomodir segala sesuatu yang
dibutuhkan anak. Namun, semua ini bisa tercapai apabila orang tua mempunyai
kapabilitas sebagai role model yang
baik bagi anak-anaknya. Hubungan antara anak yang responsif dengan orang tua
yang juga sangat mendukung anak baik dalam hal akademis maupun non akademis
sangat erat( Smith, Perou, Lescene, 2006). Anak yang orang tuanya sangat
mendukung dalam berbagai hal bagi proses pendidikan maupun non pendidikan si
anak maka anak tersebut dapat berkembang menjadi anak yang responsif terhadap
orang lain. Anak akan meniru sikap orang tuanya tersebut karena adanya proses modelling.
Hal diatas juga didukung
oleh Dix(1991, in Grasec, Kuczynski) yang menyebutkan bahwa orang tua yang
secara sosial kompeten, maka anaknya akan cenderung lebih responsif, lebih bisa
mengekspresikan kehangatan dan rasa kasih sayang, memberi alasan dan
berkomunikasi secara terbuka, membuat keputusan yang tepat dalam tingkah laku
yang dewasa, lebih bisa membangun dan menjalankan peraturan yang ketat dan
konsisten, menghindarkan kesewenang-wenangan, keketatan, dan kontrol hukuman.
Di sini bisa lihat bahwa orang tua tersebut mempunyai peranan penting dalam pembetukan
kepribadian anak karena sosialisasi awal anak adalah di lingkungan keluarga
atau lingkungan intinya di aman ia tinggal dan berteduh, makan, mendapat
pengasuhan dan pendidikan.
Peran vital orang tua
sebagai role model yang baik harus
dilaksanakan secara konsisten. Anak juga akan ikut-ikutan malas dan kasar jika
orang tuanya juga memperlihatkan hal seperti itu. Apa yang diperlihatkan dalam
keseharian orang tuanya itulah yang biasanya ditiru dan menjadi model oleh sang anak. Jadi, bagi para
orang tua sangat diharapkan bahwa memberi contoh yang baik harus dilaksanakan
secara kontinu agar penerus kita juga dapat pengajaran akan nilai-nilai yang
positif.
Pengajaran akan
nilai-nilai yang positif akan berguna nantinya ketika anak-anak terjun ke
masyarakat. Apabila anak sudah mendapatkan pengajaran yang konsisten dan
positif, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang disiplin dan dapat berkontribusi
bagi orang banyak. Ia belajar bagaimana menghargai orang lain, berkomunikasi
dengan baik, dan berelasi dengan orang lain. Apabila seorang anak tidak
diterima di lingkungannya itu juga bisa menjadi permasalahan yang signifikan
bagi orang tua. Apakah pengajaran yang diberikan selama ini cukup efektif dalam
membentuk jiwa yang sosial terhadap orang lain, dan berbuat baik terhadap
sesama manusia. Ketika seorang anak menjadi orang yang tidak diterima di
lingkungan ini akan berdampak pada emosi, tingkah laku, dan pendidikan si anak.
Banyak penelitian yang menunjukkan ketika orang tua tidak bisa menghadirkan
anaknya di lingkungan masyarakat maka anak tersebut bisa negatif secara
personal dan memungkinkan menimbulkan agresivitas karena ia terus melakukan
segala sesuatu tanpa orang lain yang menyokongnya dari lingkungan luar. Anak
akan belajar bahwa orang lain tidak berguna dan terkesan tidak mempedulikan si
anak tersebut. Ini akan berdampak pada emosi sang anak. Dia bisa terganggu
secara emosi karena kurangnya kehangatan dari lingkungan luar ketika ia ingin
mendapatkan itu, ia justru tidak mendapatkannya. Oleh karena itu, orang tua
bertugas untuk membantu anak dalam bersosialisasi dengan lingkungan luar. Orang
tua bisa menanamkan nilai bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang
lain dan individulisme merupakan hal yang negatif dan berdampak buruk terhadap
penilaian lingkungan luar(orang lain) kepada si anak.
B.
MENGUBAH TINGKAH LAKU ANAK DENGAN KONSEP
BEHAVIORISME
Bagaimana jika anak tidak
mau menuruti perkataan orang tua? Hal ini sering menjadi kendala para orang tua
ketika anak mereka tidak menuruti apa yang mereka perintahkan dan apa yang
orang tua harapkan dari anak tersebut. Beberapa cara untuk mengubah dan
mendidik anak dengan cara behaviorisme. Aliran ini berhubungan dengan bagaimana
manusia dapat mengubah tingkah lakunya.
Berdasarkan penelitian
Pavlov tentang clasical conditioning,
orang tua dapat menanamkan nilai yang yang diinginkan dengan memasangkan
stimulus yang diinginkan oleh si anak. Sebagai contoh bila orang tua ingin
anaknya menuruti kata-kata orang tua, anak
tersebut diberi suatu stimulus yang diinginkannya seperti makanan,
permen, ataupun mainan. Jadi, akibat adanya pengasosiasian tersebut, anak
belajar untuk memasangkan stimulus yang datang(makanan, permen, atau mainan
dari orang tua) dengan perilaku yang diharapkan.
Lain lagi apa yang
diterapkan dengan Borchuss Friedrich Skinner. Skinner dengan Instrumental atau Operant Conditioning-nya menerapkan sistem reinforcement dan punishment
kepada anak untuk memperkuat perilaku yang ingin diubah oleh si orang tua. Sebagai
contoh, ketika anak malas dalam mengerjakan pekerjaan rumah(yang diberikan oleh
guru di sekolah), orang tua dapat menerapkan baik reinforcement ataupun punishment.
Dari segi reinforcement, orang tua dapat
memberikan reward kepada si anak
untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dan ingin diubah oleh orang tua
tersebut, yatu dari malas menjadi mau mengerjakan PR, dan dengan adanya reward tersebut diharapkan anak dapat
menjadi lebih termotivasi mengerjakan PR tersebut. Di sini anak belajar, ketika
mereka rajin mereka akan dapat ganjaran berupa reward dan hal yang mereka senangi ditambah. Sebagai contoh, Susi
pada awalnya malas mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh gurunya.
Namun, ketika ayahnya menjanjikan pergi tamasya ke taman bermain apabila ia mau
mengerjakan PR-nya secara kontinu dan mendapat nilai yang bagus, Susi menjadi
termotivasi dengan hal tersebut. Kemudian, ia membayangkan ia akan pergi
tamasya ke taman ria apabila ia mampu memenuhi target yang diberikan oleh orang
tuanya. Susi kemudian bisa menjadi anak yang rajin, dengan prinsip reward tersebut.
Dari segi punishment, orang tua dapat mengubah
malas mengerjakan pekerjaan rumah tersebut dengan mencabut stimulus yang
menyenangkan dari si anak. Dengan dicabutnya stimulus yang diinginkan si anak,
anak dapat belajar bahwa malas tersebut merupakan hal yang tidak boleh
dilakukan dan akan membuat orang tua mereka marah. Dan orang tua juga dapat
menambah stimulus yang tidak menyenangkan kepada anak jika malas. Sebagai
contoh, ketika Andi malas mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh
gurunya, ia akan kena marah oleh orang tuanya dan mendapat kata-kata yang tidak
mengenakkan dari orang tuanya. Di sini, stimulus yang tidak diinginkan dan
ditambah adalah kena marah dan kata-kata yang tidak mengenakkan dari orang
tuanya. Jadi, Andi belajar untuk tidak malas agar ia tidak kena marah dan tidak
mendapat perkataan yang mungkin kasar dari orang tuanya.
- PARENTING
SEBAGAI EMOTIONAL DAN COGNITIVE PROCESS
“Parenting is an emotional experience, at turn
joyous and frustating; and how parents regulate and express their affect is
critical for their capacity to care for their children”(Dix, 1991 in Grasec,
Kuczynski, 1997). Menjadi orang tua bisa dikatakan susah gampang. Ada kalanya
para orang tua mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan dalam mendidik dan
mengasuh anak. Namun,semua bisa jadi buruk bila pendidikannya salah kaprah dan
tidak memenuhi kriteria pendidikan yang baik. Adanya peran emosi di sini
bertujuan agar pendidikan yang ditujukan ke anak dapat tersampaikan secara baik
kepada anaknya. Bagaimanapun, secara emosional, kedekatan antara anak dan orang
tua adalah kedekatan lahir dan batin karena mereka sejatinya tidak dapat dipisahkan.
Kedekatan antara anak dan orang tua dapat membuat proses pembelajaran dan
pendidikan si anak, dapat mendukung si anak nantinya.
“Cognition plays a central role in parenting; to be
responsive to their children, parents must accurately perceive their needs and
know how to respon to them, and reasonable dicipline requires parent to
understand children’s capacities, have appropriate development expectations,
and make appropriate contributions to their behavior”(Croutter and Head, in Vol 3 of
Grasec, Kuczynski, 1997). Pernyataan di atas menekankan pentingnya proses
kognisi dalam menerjemahkan dan menginterpretasikan apa kebutuhan anak
sebenarnya. Apa-apa saja yang perlu diakomodir oleh orang tua membutuhkan
interpretasi yang tepat. Pendisiplinan yang masuk akal dan dapat diterima oleh
anak dengan baik membutuhkan pemahaman orang tua akan kemampuan anaknya serta menggunakan
konsep perkembangan agar tidak terkesan adanya pemaksaan dalam melakukan
pendekatan dalam mendidik anak. Misalnya, orang tua memarahi anak 3 tahun
dengan menghardiknya karena sering menangis dan buang air kecil di celana. Cara
ini tergolong negatif, karena anak dengan rentang umur itu, belum bisa memahami
bagaimana cara yang benar. Pendekatan cara isyarat dengan tangan seperti
menunjuk dan eskpresi wajah yang agak datar yang menandakan tidak boleh buang
air dan menangis mungkin lebih tepat digunakan bila dihubungkan dengan konsep
perkembangan anak. Perlunya kognisi orang tua dalam memahami pendidikan yang
tepat menjadi kunci penting perkembangan pendidikan ataupun perkembangan
sosialnya.
Bisa dikatakan, kognisi dan emosi
yang benar dari orang tua dalam memahami anak-anaknya dapat membantu anak dalam
perkembangannya agar tidak menjadi anak yang terkesan negatif. Orang tua dapat
secara benar mendidik tepat guna anaknya agar dapat menjadi anak yang bermanfat
tidak hanya bagi dirinya sendiri tapi juga bagi lingkungannya.
KESIMPULAN
Orang tua yang baik adalah orang tua yang tidak hanya berperan di dalam diri sang anak tapi juga di luar diri sang anak. Tugas yang esensial dari para orang tua adalah dapat menjadi role model yang baik serta positif bagi anak-anaknya karena anak-anak akan cenderung lebih meniru apa yang diperlihatkan dan diekspresikan oleh orang tuannya. Peran orang tua juga sangat berpengaruh kepada pembentukan kepribadian sang anak. Orang tua yang baik memungkinkan anaknya juga akan menjadi orang yang baik apabila dilakukan pengajaran nilai-nilai yang konsisten, terarah, dan positif.
REFERENSI
Grasec, J. F., Kuczynski, L.
(1997). Parenting and Children’s
Internalization of Values: A Handbook of Contemporary Theory. Canada: John
Wiley & Sons, Inc.
Sands, J. G. (1996). MOE Menjadi
Orang Tua Efektif dalam Praktek (P.E.T.
Parent Effectiveness Training). ed by: Alex Tri Kantjro Widodo. Jakarta :
Gramedia Pustaka.
Dodson, F. (2006). Mendisiplinkan
Anak dengan Kasih Sayang. ed by: Nanny Ekosari. Jakarta: Gunung Mulia.
Santrock, J. W. (2011). Educational Psychology: Fifth Edition. New
York: Mc Graw Hill.
Papalia, D. E., Olds, S. W.,
Feldman, R. D. (2009). Human Development:
Eleventh Edition. New York: Mc Graw Hill.
King, L. A. (2011). The Science of Psychology: An Appreciative
View. New York: Mc Graw Hill.
Bornstein, M. H. (2006). Handbook of Parenting:Second Edition Volume
4 Social Conditions and Applied Parenting. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates.