ESAI ARGUMENTATIF
PSIKOLOGI SOSIAL
HUBUNGAN ANTARA KONFLIK
INTERNAL KELUARGA(KELUARGA DENGAN PENGHASILAN RENDAH) DENGAN MINIMNYA TINGKAH
LAKU PROSOCIAL YANG MUNCUL OLEH
SEORANG INDIVIDU
M. FAJRI
1006689076
Definisi dari keluarga berpenghasilan
rendah didapat dari tingkat pendidikan yang diraih oleh seorang individu (Ensminger &
Fothergill, 2003 dalam McGrath; Brown, 2009) dan tempat tinggal seorang
individu atau tempat ia menetap adalah pendefinsian dari keluarga
berpenghasilan rendah secara ekologis (Leventhal & Brooks-Gunn, 2000 dalam
McGrath; Brown, 2009). Dapat diartikan bahwa individu yang mempunyai tingkat
pendidikan rendah dan tempat menetap yang kurang memenuhi standar merupakan
indikator penting seorang individu dikatakan sebagai seorang yang berasal dari
keluarga yang berpenghasilan rendah.
Keluarga berpenghasilan rendah rentan
akan terjadinya konflik internal. Hal ini sangat berpengaruh pada aspek
psikologis anggota keluarga di dalamnya, baik aspek emosi, stres, dan frustasi.
Kecendrungan untuk stres dan frustasi terbilang tinggi karena kurang adanya
rasa aman akan kebutuhan primer seperti makanan, tempat tinggal yang layak, dan
rasa kedekatan antar anggota keluarga (Maslow, 1980 dalam Martin, 2011). Hal
inilah yang memicu stres atau frustasi. Stres tersebut menghasilkan konflik
karena keinginan dan kenyataan yang tidak sesuai dengan ekspektasi individu
tersebut. Kemudian, hal ini menghasilkan tekanan psikologis yang mempengaruhi
bagaimana individu bertindak. Apabila tidak sesuai dengan harapan maka akan
timbul ketidaksenangan dan ketidakpuasan akan hasil dan kondisi yang ada. Hal
inilah yang memicu sebuah konflik.
Perilaku prososial didefinisikan sebagai
sebuah perbuatan secara sadar yang bertujuan membantu dan memberi manfaat
kepada orang lain (Eisenberg et al., 1999; Findlay, Girardi, & Coplan,
2006; Hay, 1994; Kidron & Fleischman, 2006 dalam Martin 2011). Perilaku ini
juga termasuk dalam hal respon terhadap tanda akan bahaya, kebutuhan yang
dialami oleh orang lain. Dalam hal ini seseorang dengan perilaku ini akan
tergerak untuk memberikan respon dengan cepat. Tingkah laku ini termasuk
memberi bantuan, berbagi, menjadi orang yang baik dan penuh pertimbangan, bisa
membuat orang lain nyaman, kooperatif, melindungi orang lain dari adanya bahaya
yang datang, menyelamatkan seseorang dari bahaya, dan perasaan empati dan
simpati (Radke-Yarrow & Zahn-Waxler, 1986 dalam Martin, 2011). Prososial
dapat terjadi apabila orang tersebut memliki trait kepribadian yang stabil dan
melekat dalam diri individu seperti empati, simpati, pengambilan cara pandang
terhadap sesuatu (Eisenberg et al., 2002 dalam Martin, 2011).
Dalam hal ini saya ingin melihat apakah
ada hubungan antara konflik internal pada keluarga dengan penghasilan rendah
dengan tingkat perilaku prososial yang muncul pada individu menurut karakterisitik
saya tersebut. Menurut saya, terdapat hubungan antara kedua variabel yaitu
konflik internal keluarga dengan prososial pada subjek tersebut. Adapun
hubungan keduanya merupakan hubungan yang bersifat korelasi negatif karena
dengan adanya konflik internal dalam keluarga berpenghasilan rendah maka akan
membuat tingkah laku prososial yang muncul pada
individu yang ada dalam keluarga tersebut rendah.
Kematangan secara biologis(dari segi
perkembangan fisik) dan tekanan sosial menentukan perubahan dalam perilaku
prososial melalui perkembangan. Karakteristik individu diasosiasikan dengan
agresi fisik dan periode perilaku prososial dari umur dan jenis kelamin
terhadap fisik, emosi, pola pikir (kognisi), dan dimensi sosial seorang
individu (Tremblay & LeMarquand, 2001 dalam Martin 2011). Hal ini
berhubungan dengan tingkah laku prososial yang muncul karena keluarga ini
memiliki masalah dalam hal hubungan emosi dan sosial kepada orang lain.
Individu yang mendapatkan kenyamanan dan
kasih sayang yang tinggi dalam pengetahuan melakukan banyak aktivitas yang
bersifat aktual dan berhubungan dengan orang lain dan lebih cenderung diterima
oleh orang lain (Banyard, 2008; Barr & Higgins-D’Alessandro, 2007 dalam
Martin 2011). Hal ini memicu mereka untuk melakukan perilaku prososial karena
daya dukung lingkungan yang sesuai dengan iklim sosial yang diinginkan
individu. Ekspektasi individu terhadap lingkungan sosialnya juga memicu ia melakukan
perilaku prososial. Hal ini mendukung bahwa keluarga yang rentan konflik
mempunyai kedekatan dan kenyamanan yang rendah di antara anggota keluarga. Hal
ini membuat individu yang ada dalam keluarga tersebut kurang melakukan kontak
sosial dan cenderung pasif karena hal tersebut. Kurangnya kontak sosial
akhirnya mempengaruhi bagaimana individu berperilaku kepada orang lain.
Minimnya kontak mengakibatkan individu memunculkan perilaku prososial yang
rendah.
Perilaku prososial dapat bersumber dari
laporan dan pemaparan orang tua individu
mengenai pertolongan, keinginan untuk berbagi, dan kebaikan yang
dilakukan individu.(Knafo & Plomin, 2006 dalam McGrath; Brown, 2009).
Keluarga berfungsi sebagai acuan orang lain untuk menilai seorang individu
apakah dia dapat digolongkan prososial atau tidak. Keluarga dengan tingkat
ekonomi yang rendah dan rentan terkena konflik diasosiasikan dengan minimnya social emotional outcomes (Leventhal
& Brooks-Gunn, 2000 dalam McGrath; Brown, 2009). Padahal social emotional outcomes ini merupakan
pemicu munculnya tingkah laku sosial. Konflik yang sering terjadi membuat
kenyamanan individu yang berasal dari keluarga ini rendah dan cenderung membuat
individu itu menjadi stres dan frustasi. Hal ini berdampak pada aspek emosi dan
sosialnya. Ketika ia menjalin hubungan dengan orang lain, ia akan terlihat
lebih menarik diri dan perilaku prososialnya juga rendah karena akibat konflik
yang terjadi di internal keluarga.
Orang tua yang datang dari keluarga
menengah ke atas lebih sering berbicara dan melakukan kontak dengan anaknya
dibanding orang tua yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah (Hoff,
2003 dalam McGrath; Brown, 2009), dan ketika anak tersebut berkembang atau
mengalami maturasi orang tua yang berasal dari keluarga berpenghasilan menengah
ke atas lebih sering menggunakan cara pengasuhan yang lebih baik (pengasuhan
induktif) dibanding keluarga berpenghasilan rendah(L. Hoffman, 2003 dalam
McGrath; Brown, 2009). Minimnya konflik yang terjadi di keluarga berpenghasilan
menengah ke atas membuat mereka dapat fokus mengurus anaknya yang berdampak
pada sisi psikologis dan emosi. Mereka lebih mendapatkan kasih sayang dan
perhatian dibandingkan keluarga berpenghasilan rendah. Keluarga berpenghasilan
rendah lebih minim melakukan kontak dengan anaknya karena faktor ekonomi
tersebut. Beberapa dari mereka lebih menghabiskan waktu mencari penghasilan
lain karena kemungkinan kurangnya penghasilan pokok membuat mereka kekurangan
dalam hal keuangan. Keuangan juga menentukan faktor kesejahteraan, kesehatan,
dan lain lain. Hal ini menyebabkan individu yang berasal dari keluarga berpenghasilan
rendah kurangnya rasa aman dan kasih sayang yang mempengaruhi aspek emosi dan
afeksi terhadap orang lain.
KesimpulanKeluarga berpenghasilan rendah yang rentan akan terjadinya konflik berdampak pada aspek psikologis, emosi individu dalam keluarga tersebut. Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya konflik dalam keluarga, kurangnya rasa aman, rasa kasih sayang atau afeksi, rasa kedekatan antar anggota keluarga. Kemudian, emosi mempengaruhi bagaimana ia bertingkah laku terhadap orang lain. Emosi juga mempegaruhi bagaimana ia berempati kepada orang lain. Empati merupakan salah satu trait prososial. Jadi, individu dari keluarga berpenghasilan rendah akan memunculkan tingkah laku prososial yang rendah karena minimnya kontak sosial sebagai hasil dari konflik yang berimbas pada aspek emosi.
Daftar Pustaka
Martin,
E. L. 2011. Measuring Prosocial Behavior
Through the Implementation of a Violence
Prevention Intervention. UMI Dissertasion Publishing : United States.
Diakses melalui proquest.com pada tanggal 1 Desember 2011, pukul 10.53 WIB.
McGrath,
M. P., Brown B. C. 2008. Developmental
Differences in Prosocial Motives and Behavior in Children From
Low-Socioeconomic Status Families. The Journal of Genetic Psychology,
169(1), 5–20. 2008 . Heldref Publications : United States. Diakes melalui
proquest.com pada tanggal 2 Desember 2011 pukul 16.03 WIB.
Knoester,
C., Haynie, D. L., Stepehens C. M. 2006. Parenting
Practices and Adolescent’s Friendship Network. Journal of Marriage and
Family, 68(5), Proquest Psychology Journals hal. 1247. Diakses melalui
proquest.com pada tanggal 2 Desember 2011 pukul 16.20