Kamis, 20 Oktober 2011

SEBERAPA JAUH IMPELEMENTASI TERHADAP HATI KITA TERCAPAI?

IMPLEMENTASI HATI MANUSIA. APAKAH SUDAH CUKUP BAIK?

Hati adalah ibarat lampu yang dapat terang di siang hari dan gelap di malam hari. Laksana bunga mawar merekah dan merona bila disiram air, layu bila tidak disiram air. Hati adalah bagaimana engkau memperlakukan hati itu sendiri. Apabila seorang manusia memperlakukan hatinya dengan baik, maka akan baik pulalah hati itu. Sebaliknya, jika hati itu diperlakukan secara tidak baik, maka akan buruk pulalah hati itu.

“Ketahuilah bahwa Tuhan membuat batasan antara manusia dan hatinya, dan bahwa kepada-Nya-lah kamu sekalian akan dikumpulkan” (QS 8: 24).

Hidup ini selalu diawali dari sebuah prasangka. Prasangka itu datang dari hati yang membutuhkan bantuan pikiran. Memulai prasangka yang baik merupakan penanaman nilai-nilai yang baik terhadap hati kita sendiri. Menilai orang dari sudut pandang yang positif merupakan salah satu bentuk pengamalan dan penanaman nilai-nilai yang positif terhadap hati.

“(Jibril) menurunkan wahyu kedalam hati nuranimu dengan izin Tuhan, membenarkan wahyu sebelumnya, menjadi petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS 2:97).

Manusia dilahirkan dengan fitrahnya yaitu sebagai individu yang suci terbebas dari dosa. Perkembangan manusia dari sejak kecil hingga menginjak dewasa melalui fase-fase yang berbeda pula. Hati manusia juga bisa berubah sesuai kondisi yang diinginkan si pemilik hati itu sendiri. Apabila seorang manusia menetapkan nilai konsistensi dalam menjaga hatinya agar tetap dalam jalur kesucian dan fitrah, maka hati tersebut juga akan terjaga dengan baik.

"Dialah yang telah menurunkan ketentraman didalam hati orang-orang yang beriman supaya bertambah keimanannya di samping keimanan yang telah ada" (QS 48:4).

“ Keimanan telah ditetapkan Allah ke dalam " hatinya " serta dikokohkan pula Ruh dari diri-Nya” (Qs 58:22).

Hati pun tidak lepas dari sifat manusia yang sering lalai. Manusia yang melalaikan hatinya dan sering menolak kebenaran yang diajarkan baik dari orang lain maupun kitab suci Al-Qur’an dapat “mempercepat” proses degenerasi kepositifan hati tersebut.

“ Sesungguhnya telah Kami sediakan untuk penghuni neraka dari golongan jin dan manusia; mereka mempunyai hati, tetapi tidak menggunakannya untuk memaha-mi ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka adalah orang -orang yang alpa (tidak berdzikir)” (Qs 7:179).


Sejauh mana manusia telah mengimpelementasikan hatinya tergantung dari niat si pemilik hati. Apabila ia ingin menjaga konsistensi, kearifan, kebaikan, dan segala sikap yang baik dan positis maka dapat dikatakan implementasinya berjalan dengan baik. Namun, apakah semuanya dapat dipertahankan begitu saja tanpa ada perjuangan yang terus menerus dari manusia dengan keistiqomahan dalam menjaga hati itu sendiri.

“ Janganlah kamu turutkan orang yang hatinya telah Kami alpakan dari mengingat Kami (dzikir), orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya saja, dan keadaan orang itu sudah keterlaluan" (QS 18:28).

Lalu sudahkah kita menanmkan nilai yang positif tidak hanya dalam pikiran kita dan menjadi sebuah teori yang tidak berkesudahan? Letakkanlah nilai posisif itu dalam hati para saudara semua agar menjadi hikmah semua nilai-nilai kehidupan yang kita jalani di dunia ini.

“Apakah mereka tidak pernah bepergian dimuka bumi ini supaya hatinya tersentak memikirkan kemusnahan itu, atau mengiang ditelinganya untuk didengarkan, sebenarnya yang buta bukan mata, melainkan " hati" yang ada didalam dada” (QS 22:46).


REFERENSI
Al-Qur’an dan Hadits
http://kata2hikmah0fa.wordpress.com
http://media.isnet.org/sufi/Opini/Hati.html