Kamis, 12 April 2012

ANALISIS TOKOH DALAM FILM LASKAR PELANGI


oleh : M. FAJRI

I.              Sinopsis
Film ini berkisah tentang 10 orang anak yang mempunyai mimpi untuk belajar di sebuah sekolah yang sederhana dan mempunyai keterbatasan dalam banyak hal. Tokoh dalam film(kesepuluh anak yang mempunyai “mimpi-mimpi”) ini adalah Ikal, Lintang, Sahara, Mahar, A Kiong (Chau Chin Kiong), Syahdan, Kucai, Borek, Trapani, Harun. Kesepuluh anak ini diterima di SD Muhammadiyah Gantong yang muridnya hanya mereka bersepuluh juga. Mereka diajar oleh Bu Guru yang mengabdikan dirinya dan rela menolak tawaran SD PN Timah yang menawarkan kesejahteraan dan gaji yang lebih besar ini. Bu Guru Muslimah namanya. Ia adalah satu-satunya guru wanita diantara 3 guru yang ada di SD Muhammadiyah. Ketika tahun ajaran baru, Kepala Sekolah SD ini, Pak Harfan (yang juga teman baik Ayahnya Buk Mus, begitu Bu Muslimah sering dipanggil oleh beliau), telah bersiap-siap degan muka tegang untuk menunggu murid yang akan mendaftar di SD ini. Pak Harfan tetap mempertahankan SD ini walaupun setiap tahun tidak ada yang berminat mendaftar ke SD ini. Namun, Pak Harfan tetap berusaha untuk mempertahankan SD ini. Tak disangka, SD yang memang bisa dijangkau oleh anak yang berasal dari keluarga miskin ini, sudah terlihat ada orang tua yang tergolong tidak mampu mnyekolahkan anaknya, datang dan ingin mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut. Sekolah ini akan ditutup apabila tidak memenuhi persyaratan jumlah minimal siswa yang menempuh pendidikan di SD tersebut. Dinas Pendidikan Belitung mengisyaratkan bahwa minimal harus ada 10 peserta ajar untuk sebuah sekolah. Pak Harfan dan Buk Mus sudah berharap cemas karena yang hadir dan mendaftar baru sebanyak 9 orang hingga pukul 11 lewat. Mereka seperti sudah kehilangan harapan bahwa SD ini akan ditutup bila tidak memenuhi persyaratan tersebut. Dan beberapa selang menit kemudian, seorang anak berlari dari tengan lapangan rumput menuju ke SD tersebut. Dan, akhirnya terselamatkan dan SD Muhammadiyah dapat dipertahankan.
Dari sinilah bermula mimpi-mimpi anak-anak tersebut untuk mengeyam pendidikan mulai terpupuk. Mereka menyebut kelompok mereka sebagai Laskar Pelangi. Buk Mus lah yang memberi nama tersebut. Lintang yang jenius namun berasal dari keluarga nelayan pesisir yang miskin, Ikal yang ayahnya hanya sebagai buruh tambang di PN Timah yang gajinya tergolong rendah, dan anak-anak Laskar Pelangi yang lainnya yang juga tergolong keluarga yang tidak mampu untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Namun, dari semua hal tersebut, mereka tetap bisa menampilkan semangat juang pantang menyerah. Mereka terbukti bisa mengalahkan SD PN Timah dan SD kenamaan yang lainnya dalam lomba karnaval yang diadakan setiap tahun oleh pemerintah setempat. Mereka juga berhasil memenangi juara lomba cerdas cermat diantara SD yang tergolong sepertinya akan mampu memenangi lomba tersebut. Berkat kegigihan Pak Harfan, Buk Mus, dan motivasi dari anak-anak itu sendiri yang juga terinfluensi dari Lintang(yang layak dijadikan sebagai role model). Mereka dapat memenangi lomba yang sebelumnya masyarakat sekitar daerah tersebut tidak mempercayai bahwa SD Muhammadiyah akan memenangi kedua lomba tersebut.

Halangan dan rintangan terus menerpa. Bermula dari Pak Bakrie(guru pria) yang telah jenuh dan bosan di SD Muhammadiyah tersebut, ia kemudian menerima tawaran mengajar di SD yang lebih berkeas dan lebih terstruktur dibanding SD Muhammadiyah tersebut. Selang waktu kemudian, Pak Harfan dan Buk Mus lah yang berusaha dengan gigih untuk mengajar anank- Laskar Pelangi tersebut. Namun, kondidi Pak Harfan terus memburuk karena ia juga sudah menua dan sakit. Pak Harfan akhirnya meninggal di meja kerjanya. Ia meninggal dalam keadaan seperti tertidur di atas meja kerjanya. Buk Mus sempat tidak masuk untuk mengajar atas kematian Pak Harfan, namun kemudian pada akhirnya Pak Zul(temannya Pak Harfan)lah yang meyakinkan bahwa cita-cita Pak Harfan yang jngin membangun SD yang pengajaran ilmunya berasal dari hati, yang membuat Buk Mus kembali bersemangat mengajar. Ia menjadi satu-satunya guru yang mengajar anak-anak Laskar Pelangi.
Segala perjuangan dan tantangan dilewati Buk Mus dengan gigih. Ia tetap mengajar anak-anak Laskar dan pada akhirnya menuntun mereka untuk juara di lomba cerdas cermat. Namun, semuanya bukan tanpa halangan. Ketika Lintang pulang dan ingin memperlihatkan piala yang dimenanginya di lomba cerdas cermat kepada ayahnya, ayahnya blum juga pulang. Ternyata ayah Lintang meninggal di laut. Padahal ia masih mempunyai 3 adik yang harus ia hidupi. Setelah semua itu, Lintang mengundurkan diri dari SD Muhammadiyah karena ia meraa tidak akan mampu melanjutkan belajarnya di sana karena ia harus menafkahi dan menhidupi adik-adiknya yang 3 orang tersebut. Lintang dengan umurnya yang masih belia pada akhirnya harus mengubur mimpinya untuk bersekolah tinggi. SD Muhammadiyah kehilangan salah satu putra terbaiknya karena hal yang tidak diduga. Semua murid SD Muhammadiyah sedih akan hal ini.
II.            Perihal Flo
Flo adalah anak dari keluarga kaya. Ia merupakan anak yang pendiam dan misterius dalam banyak aspek. Ia mengikuti kegiatan belajar di SD PN Timah yang terkenal dengan berbagai atribut yang serba ada. SD ini merupakan SD yang kebanyakan dari mereka adalah anak dari pegawai teras PN Timah Belitung yang bisa digolongkan termasuk golongan elite di kota Gantong.
Sejak menyaksikan pertunjukkan dari SD Muhammadiyah Gantong, ia tertarik untuk berpindah untuk belajar di SD tempat anak-anak Laskar Pelangi menuntut ilmu tersebut. Ia terlihat sangat senang dan takjub ketika melihat atraksi dan seni tari ala Papua yang ditunjukkan oleh anak-anak Laskar Pelangi. Terinspirasi dari ketua kelompok seni tari tersebut, yaitu Mahar, ia pada akhirnya pindah ke SD Muhammadiyah tersebut.
Perkenalan dengan anak-anak Laskar Pelangi sebenarnya telah terjadi. Mereka telah bertemu sewaktu tidak ada piihan bahwa anak-anak Laskar Pelangi harus menumpang ujian akhir tahun di SD PN Timah. Walaupun banyak anak SD PN Timah yang memandang miris ketika mereka di satu kelas melaksanakan ujian, Flo tetap memandang anak-anak tersebut sebagai sekelompok anak yang menarik dan mempunyai suatu misteri dan keunikan tersendiri baginya.
Sebelumnya, anak-anak Laskar Pelangi tersebut, berangkat dengan pakaian seadanya yang kumal untuk melaksanakan ujian di SD PN Timah tersebut. Hal ini kontras dengan apa yang dipakai dengan SD PN Timah tersebut. Mereka sempat merasa minder dan tidak percaya diri ketika akan masuk ke salah satu ruang kelas SD PN Timah tempat mereka akan melaksanakan ujian tersebut. Namun, pada akhirnya mereka bisa melakukannya dengan cukup baik walaupun sempat ditertawakan oleh para guru SD PN Timah yang mengawasi mereka. Bermula dari inilah Flo memandang mereka sebagai sekelompok anak yang tidak patut dijauhi namun ia malah ingin berteman dekat dengan anak-anak Laskar Pelangi. Ia merasa tidak cocok dengan anak-anak di sekolah tersebut karena terlalu meremehkan anak-anak yang bersekolah di sekolah untuk orang yang miskin.
Ia hanya berbicara dan akrab hanya dengan beberapa anak-anak anggota Laskar Pelangi. Tokoh yang paling dekat dengannya adalah Mahar, si kurus kecil ganteng yang mempunyai jiwa seni yang tinggi. Ia merasa Mahar yang paling bisa mengerti apa yang ia bicarakan.

III.           Landasan Teori

1.    Internal

M Sherif dan C. W. Sherif( 1956, dalam Sarlito 1991) menyebutkan bahwa ada 2 motif seseorang dalam melakukan sesuatu. Biogenik dan Sosiogenik. Sosiogenik timbul karena perkembangan individu dalam tatanan sosialnya dan terbentuk karena hubungan antar pribadi, hubungan antar kelompok atau nilai-nilai sosial. Menurut Sherif, egolah yang membentuk motif sosiogenik karena motif ini berasal dari motif biogenik. Motif sosiogenik bergantung pada proses belajar.
Kurt Lewin dalam Sarlito(1991) menyebutkan stimulus yang mempunyai nilai valensi yang negatif akan cenderung dijauhi sedangkan stimulus yang mempunyai valensi positif akan cenderung didekati. R. W. White (1959) menyebutkan manusia selalu ingin berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya. Jung dalam Sarlito(1991), menambahkan dalam berhubungan dengan dunia luar atau lingkungan, orang akan berinteraksi sama jika mengalami hal yang serupa.
F. Helder(1958) menyebutkan tentang teori balanced dan imbalanced antara seseorang dengan orang lainnya, yaitu, jika P menyukai X, dan Q juga menyukai X maka yang terjadi balanced. Jika P menyukai X dan  tidak menyukai X, maka yang terjadi imbalanced.
Seseorang yang mencari keamanan dari lingkungannya berada di tingkatan safety dalam hirarki Maslow(Santrock, 2010). Internal motivation merupakan dorongan dalam diri individu untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya. Santrock membagi motivasi internal menjadi 4, yaitu. determinasi diri sendiri dan pilhan secara pribadi, pengalaman yang optimal dan berjlan dengan baik, minat atau interest, cognitive engagement dan self-responsbility.

2. Eksternal

Pendapatan orang tua juga bisa berpengaruh terhadap kondisi psikologis anggota keluarga yang lain. Menurut Hill & Duncen (1987, dalam Kaplan, Lancaster, & Anderson, 1998; Yeung, Duncan & Hill, 2000; Allen & Dalley, 2007 ) menjelaskan pendapatan sang ayah berguna dalam pencapaian pada anak.
Keadaan ekonomi keluarga serta latar belakang pendidikan orangtua juga termasuk dalam situasi keluarga dan rumah. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Davis-Kean menunjukkan hasil bahwa pendidikan orangtua secara tidak langsung dapat mempengaruhi pencapaian akademis anak karena adanya dukungan kepercayaan orangtua dan perilaku yang merangsang pendidikan di rumah.
Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa sampel dengan pemasukan keluarga yang rendah, keluarga-keluarga tersebut mengalami ketidkastabilan kondisi dan status seperti stress, perpindahan, perubahan status kerja, dan sekolah anak yang berpindah-pindah) mempengaruhi keterlibatan orangtua pada sekolah anak-anak mereka. (Englund dkk., 2004). Hal ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa kondisi ekonomi orang tua sangat berpengaruh terhadap performa pendidikan anak.
Bronfenbrenner dalam Santrock (2010) membagi faktor lingkungan sosial tersebut menjadi tiga faktor secara umum yaitu keluarga, sekolah dan peer-group. Faktor sekolah menjadi penting karena adanya fakta bahwa orang tua tidak mungkin dapat mengawasi penuh seluruh tahap perkembangan anak, khususnya ketika anak mulai memasuki masa remaja dan dewasa awal. Keberadaan sekolah juga dapat menjadi bumerang ketika pendidikan dan sosialisasi yang diberikan dalam sekolah itu sendiri tidak sesuai atau bahkan salah tujuan. Dengan demikian diperlukan perhatian, perencanaan serta pelaksanaan yang tepat agar keberadaan sekolah dapat menghasilkan dampak positif bagi perkembangan anak.
Peran sekolah dalam masa perkembangan anak sangatlah penting, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan sekolah tidak dapat lepas dari keberadaan faktor lain yaitu keluarga dan peer-group. Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2011) menekankan pentingnya ketiga faktor ini yaitu keluarga, sekolah dan peer-group dalam menunjang perkembangan anak.
Bagaimana dengan anak tunggal? Banyak orang beranggapan bahwa anak tunggal tidak memiliki benefit seperti yang dimiliki anak-anak lain, yaitu interaksi sosial kakak atau adik yang dapat mengajarkan mereka untuk membina kasih sayang, kemampuan bekerja sama, dan sebagainya. Tak sedikit pula yang mengatakan bahwa anak tunggal egois, kesepian, dan kurang mampu menyesuaikan diri. Namun, penelitian yang dilakukan Falbo dan Polit berkata sebaliknya. Penelitian ini menghasilkan bahwa anak tunggal memiliki prestasi akademis dan kecerdasan verbal yang sedikit diatas anak-anak dengan saudara (Falbo & Polit dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Anak tunggal cenderung lebih termotivasi untuk mencapai tujuan didukung dengan harga diri yang sedikit lebih tinggi; dan dalam aspek penyesuaian emosi, sosiabilitas, atau popularitas, anak tunggal tidak berbeda dengan anak yang memiliki saudara. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh orang tua yang hanya fokus memberikan perhatian kepada satu anak, sehingga ekspektasi orang tua terhadap anak lebih besar daripada orang tua yang memiliki banyak anak (hal. 278).

3.    Human Information Processing

Aspek penting dari pengetahuan adalah kemampuan untuk mengorganisasikan pengetahuan lebih baik dibanding orang lain dalam hal beradaptasi dalam situasi yang baru dan menjadi pribadi fleksibel(National Research Council, 1999, hal.33 dalam Santrock 2010).
Berdasarkan Teori Psikososialnya Erikson, anak yang berumur 6-12 tahun termasuk fase Industrial vs Inferior. Pada fase ini, anak mencari jati dirinya.  Dari sudut pandang Piaget dalam Santrock, Flo termasuk fase concrete operational karena ia masih belum bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata.
Myers(1996 dalam Sarlito 1991) menyebutkan kecendrungan memberi atribusi disebabkan oleh kecendrungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu(rasa keingintahuan), termasuk apa yang ada di balik perilaku orang lain. Sarlito membagi kesalahan memproses informasi terhadap kondisi sosial menjadi 3, salah satunya Ilusi tentang korelasi. Dia menjelaskan bahwa kebanyakan orang akan menganggap ada hubungan antara suatu kejadian yang tidak terlalu berpengaruh sebenarnya terhadap kejadian yang dipertanyakan. Mc Farland dkk. menambahkan (1989 dalam Sarlito) dengan penelitian tentang hubungan antara siklus haid dengan suasana hati.Ia menemukan bahwa sebagian besar wanita merasa bahwa ada hubungan antara suasana hati dengan siklus haid mereka.
Apabila seorang individu berjumpa dengan seseorang dan orang tersebut memberikan reaksi menghargai dan menyenangkan, maka emosi yang ditimbulkan adalah emosi positif(Downey & Kessler, 1991). Pertemuan yang berulang-ulang dengan orang yang dikenal akan memudahkan komunikasi dengan orang tersebut dan menimbulkan kedekatan terhadap orang yang tidak dikenal tersebut(Zojonic, 1968 dalam Sarlito).

IV.          Analisis Tokoh Flo

Flo adalah anak yang pendiam dan tidak terlalu banyak bicara. Ia tertarik terhadap hal-hal yang berbau pengetahuan dan mistis. Ini terlihat ketika ia mengajak Mahar dan anak-anak Laskar Pelangi untuk melihat hantu dan menemui dukun di pulau yang letaknya diseberang tempat mereka tinggal.
Flo adalah anak dari keluarga kaya yang membuat segala kebutuhannya dapat terpenuhi baik dari segi akademis ataupun non akademis. Orang tuanya bisa dibilang cukup baik dalam menjaga Flo karena ketika ia menghilang dan kabur dari rumah untuk pindah ke SD Muhammadiyah, orang tuanya mencari ia sampai malam. Hal ini juga terlihat dalam pemilihan orang tuanya yang pada akhirnya menuruti keinginan Flo untuk bersekolah di sana. Orang tuanya sadar bahwa minat anak itu tidak bisa dipaksakan namun harus tetap terarah.
Peran keluarga juga terlihat ketika ia pindah ke SD Muhammadiyah Gantong ia membagikan semua buku koleksinya yang ada kepada anak-anak Laskar Pelangi. Ini membuktikan bahwa keluarga membelikan buku yang ia minati. Di sini terlihat peran sosial ekonomi keluarga yang mendukung ia untuk mengembangkan minatnya terhadap bacaan.
Peran dia sebagai anak tunggal juga perlu mendapat sorotan yang penting. Bagaimana dengan anak tunggal? Banyak orang beranggapan bahwa anak tunggal tidak memiliki benefit seperti yang dimiliki anak-anak lain, yaitu interaksi sosial kakak atau adik yang dapat mengajarkan mereka untuk membina kasih sayang, kemampuan bekerja sama, dan sebagainya. Anggapan anak tunggal egois, kesepian, dan kurang mampu menyesuaikan diri terlihat dalam lingkungan Flo di SD PN Timah. Namun hal tersebut tidak terlihat ketika ia bia beradaptasi dengan baik dengan anak-anak Laskar Pelangi walaupun ada juga yang tidak menyukainya.
Status ekonomi keluarga membuat dia bisa membeli buku yang berkualitas(dapat dilihat dari buku yang diberikan kepada anak-anak Laskar Pelangi, yaitu National Geographic). Dari buku-buku, ia menaruh minat terhadap alam terutama hal-hal yang berbau mistis. Dari sinilah, ia melihat bahwa ada kesamaan motivasi, hobi, serta minat dengan anak-anak Laskar Pelangi terutama Mahar yang minat terhadap kesenian dan mistis. Sebelum ia pindah, ia sempat memberikan buku National Geographic kepada Mahar untuk dibaca. Hal ini juga menunjukkan bahwa ia peduli terhadap orang yang mempunyai kesamaan interest seperti dirinya.
Hal di atas diperkuat setelah anak-anak Laskar Pelangi tampil di Karnaval Tahunan yang diadakan Dinas Pendidikan Belitung. Anak-anak tersebut memperlihatkan kekompakan yang solid. Inilah yang membuat Flo semakin tertarik untuk berteman dengan anak-anak tersebut. Terlihat di sini, motivasinya di sekolah PN Timah berkurang karena ia merasa peer yang ada di sana dan lingkungan pertemannya tidak mendukung interest-nya.
Hal di atas menunjukkan atribusi sosialnya terhadap anak-anak Laskar Pelangi positif. Padahal ia baru melihat anak-anak tersebut sekali sewaktu mereka menumpang ujian di sekolah Flo. Ia mengatribusikan orang-orang yang miskin tidak sebagai suatu yang kumal, negatif dan sesuatu yang perlu dijauhi. Atribusinya terhadap orang miskin positif yang membuat ia dapat diterima oleh anak-anak Laskar Pelangi secara positif juga.
Dari sisi kepribadian, Flo dapat digolongkan dalam kepribadian yang introvert. Ia terlihat lebih senang berbicara dengan Mahar dibanding dengan anak yang lain. Ia juga lebih mempercayai Mahar dibanding anak yang lain. Ketertarikannya lebih kepada satu individu yang mempunyai kesamaan interest dibanding dengan kelompok Laskar Pelangi.
Kemampuan dia bersosialisasi juga dapat menjadi acuan penting. Sosialisasi di sini adalah sosialisasinya dengan lingkungan baru. Ia dapat berteman langsung dengan anak-anak dengan adaptasi. Dia juga memiliki kemampuan mengintervensi anak-anak Laskar Pelangi. Intervensinya berhasil dan terbukti sewaktu anak-anak Laskar Pelangi yang digawangi oleh Mahar pada akhirnya menuruti keinginan dan perintahnya Flo. Flo ingin bertemu dukun yang bernama Tuk Bayantula. Ia ingin menanyai tentang hal yang ingin diketahuinya yaitu tentang hal yang mistis apakah hantu itu ada atau tidak. Walaupun pada akhirnya, jimat yang diberikan Tuk Bayantula tidak memberikan jawaban bagi mereka.
Pemprosesan informasi Flo menurut Erikson masih dalam tahap concrete operational karena ia masih menganggap hal mistis itu ada. Padahal secara sains, hal itu tidak bisa dibuktikan. Hal ini berkaitan dengan informasi dan pengalaman yang ada dan telah ia pelajari sebelumnya(experience before). Hal ini juga diperkuat oleh Erikson yang menggap Flo masih masuk dalam tahap Industri vs Inferior. Ia sudah mampu menghasilkan pikiran yang menurut ia benar dan dapat diterima yaitu pikirannya tentang dunia mistik.

V.            Kesimpulan

Dari segi internal, ia memiliki motivasi untuk pindah dari sekolah yang elite ke sekolah Muhammadiyah. Ia termotivasi karena ia dapat berteman dengan anak-anak yang tidak terlalu memikirkan jarak dan status ekonomi keluarga. Ia juga memiliki internal motivation bahwa ia memiliki kesamaan visi, misi, hobi, serta interest dengan anak-anak Laskar Pelangi.
Tokoh Flo juga merupakan anak yang memiliki tingkat sosialisasi dan adaptasi yang baik. Hal ini bisa dilihat ia bisa diterima secara baik oleh anak Laskar Pelangi. Pengaruh dari keluarganya yang tergolong ekonomi atas mendukung ia untuk mengembangkan minatnya terhadap pengetahuan terhadap alam. Ia bisa membagi pengalaman dan bukunya kepada anak Laskar Pelangi yang membuat ia bisa berbagi informasi dan atas dasar kesamaan mintalah yang membuat ia dapat bersosialisasi dan beradapatadi dengan baik.
Dari sisi atribusinya terhadap anak Laskar Pelangi juga membantu dia dalam beradaptasi. Ia memang lebih suka berteman dengan anak yang tidak terlalu kaya dan tidak mempunyai latar belakang ekonomi yang sama dengannya karena kebanyakan hal tersebut menimbulkan motivasi berlebihan atau aksen sombong.
Pemprosesan informasi Flo menurut Erikson masih dalam tahap concrete operational karena ia masih menganggap hal mistis itu ada. Padahal secara sains, hal itu tidak bisa dibuktikan. Hal ini berkaitan dengan informasi dan pengalaman yang ada dan telah ia pelahari sebelumnya(experience before).
Hal ini juga diperkuat oleh Erikson yang menggap Flo masih masuk dalam tahap Industri vs Inferior. Ia sudah mampu menghasilkan pikiran yang menurut ia benar dan dapat diterima yaitu pikirannya tentang dunia mistik.

Daftar Pustaka

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (11th ed.). USA: McGraw-Hill.
Santrock, J. W. (2011). Educational psychology (5th  ed.). New York: McGraw-Hill.

Sarwono, S. W. & Meinarno, E. A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba 

Humanika.Allen, S., & Dally, K. (2007). The Effects of father involvement: An updated research summary of the evidence. Diakses dari Centre for Families, Work & Well-Being University of Guelph: http://www.fira.ca/cms/documents/29/Effects_of_Father_Involvement.pdf

Davis-Kean, P.E. (2005). The Influence of parent education and family income on child achievement: The indirect role of parental expectations and the home environment. Journal of Family Psychology,19(2), 294-304.King, L. A. (2011). The Science of Psychology: An Appreciative View. New York: Mc Graw Hill.