Rabu, 09 Mei 2012

Cinta Manusia dan Manusia Cinta




oleh Praja Firdaus melalui Tirta Firdaus
pada tanggal 3 Agustus 2011

     Hampir setiap pembukaan untuk sebuah tulisan merupakan kesulitan tersendiri bagi penulis. Judul catatan kali ini pun sebenarnya adalah setitik kesulitan tersendiri bagi penulis, untuk sebuah kehidupan. Berbagi dan berdiskusi merupakan salah satu cara mencari jawaban yang didapat dari tempaan akademis. Maka disini penulis ingin berbagi dan berdiskusi dengan saudara dan kerabat sekalian karena ingin melihat interseksi apa yang kita dapat di kelas (akademik) dan apa yang kita alami di lingkungan kasual (non-akademis).

-Cinta Manusia-
     Hampir setiap manusia memiliki ceritanya sendiri perihal cinta, dan silahkan mendefinisikan sendiri apa itu cinta. Penulis pun sebagai manusia memiliki ceritanya sendiri perihal cinta. Penulis adalah orang yang sampai sekarang tidak percaya akan cinta sesama manusia. Penulis hanya mendefinisikan cinta sebagai ibadah. Matematikanya, cinta = ibadah. Tentu saja banyak cerita pula dibalik definisi yang penulis angkat. Ada yang bilang, cinta hanya milik Tuhan, oleh karenanya cinta = ibadah. Ada juga yang percaya cinta pertama dan utama adalah cinta kepada Tuhan, makanya cinta adalah ibadah. Bahkan mungkin saking cintanya sama Tuhan, golongan fundamentalisme muncul dimana-mana tanpa menafikan  keterlibatan unsur suku dan ras. Tapi ada juga yang kekeuh manusia punya cinta kepada sesama manusia, bukan sebagai kesatuan cintanya kepada Tuhan tapi sebagai bagian yang terpisah darinya, bahasa elektronikanya "paralel". Mereka seringkali mengkonsepsikan hal tersebut dengan "suka" dan mungkin "sayang", bahkan "cinta" itu sendiri. Inilah macam cinta manusia. Dan jika manusia mengatakan "sayang" dan "suka" sebagai cinta, maka cinta lah yang membuat Adam terpental dari surga akibat Siti Hawa, cinta lah yang mengkhilafkan Qabil atas tindakannya kepada Habil. Tapi yang jelas cinta juga lah yang menguatkan hati Ibrahim as untuk menyembelih Ismail as. Apakah cinta juga yang menguatkan ibu Siti Khadijah untuk melamar Rasulullah saw untuk menjadi suami anaknya? Layaknya konsep demokrasi, cinta dengan bebasnya berkembang biak varietasnya. Dia menjadi liar ketika manusia semakin maju, menemukan banyak hal baru, dan menjalani berbagai fase kebijaksanaan. Penulis percaya seiring dengan banyaknya cerita cinta manusia yang saudara dan kerabat punya, cinta akan terus bervariasi dalam pengertiannya. Mungkin juga, laiknya globalisasi menurut Kalvajit Singh, globalisasi adalah sama namun respon negara terhadapnya yang berbeda. Cinta, bisa jadi pada dasarnya sama, hanya masing-masing manusia memiliki penindakan terhadapnya yang berbeda.

-Manusia Cinta-
Dikatakan bahwa manusia adalah makhluk paling unggul karena dia memiliki perasaan dan pikiran, akal dan nurani. Manusia unggul karena dia bisa mencintai. Bahkan di era yang menjunjung tinggi populeritas seperti sekarang, cinta merupakan simbol manusia. Manusia keji yang tidak punya cinta disamakan dengan hewan. Oleh karena itu, banyak selebritis menebar cinta, mungkin karena penghindaran terhadap keji atau hewan tadi. Walau mereka menunjukkan cerminan laku yang kurang "cinta", seperti tidak bayar pajak, video porno, dugem, seks bebas, MBA, hamil diluar nikah, dan cerai nikah cerai nikah. Itu lah intuisi, satu hal yang sama-sama dimiliki hewan dan manusia. Tapi perlu diperhatikan bahwa hal tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Dikategorikan sebagai manusia cinta, umumnya, jika dia selalu hidup penuh dengan kasih sayang terhadap sesama. Dalam bagian kedua ini, cerminan cinta ekstrem-transendental seperti jihad kurang mendapat simpati. Oleh demikian cinta lebih dekat kepada Luna Maya-Ariel Peterpan daripada Ba'asyir dan Syekh Puji. Manusia cinta kemudian mendapati kegamangan dalam pengertiannya, sama nasibnya seperti cinta manusia di bagian pertama. Kadang dalam menambahkan label "cinta" pada manusia, manusia mengekspresikannya dengan menyayangi, tapi tidak jarang juga manusia memberi kesan dengan membenci. Begitu pula dengan menusia cinta yang melakukannya dengan mengasihi, namun dia juga memarahi. Bahkan sebagai manusia yang memiliki cinta, atas nama cinta manusia menolak untuk bekerja sama dengan yang menciptakan cinta. Kadang hal ini direalisasikan lewat protes kepada Tuhan, entah kurang nikmat hidup lah, kurang rejeki lah, kurang disayangi lah, bahkan kurang dicintai oleh Tuhan. Rasanya permintaan akan cinta terus membumbung tinggi melampaui penawaran cinta. Dengan logika pasar seperti yang disebutkan, tidak heran cinta menjadi murahan. Ditemukan dimana saja, dikatakan kepada siapa saja, kapan saja, bahkan dilakukan dengan cara apa saja. Harga cinta, yang mengkhawatirkan, justru mengalahkan harga manusia. Pemberontakan terhadap manusia, menurut postulat Mousseau, adalah karena terlalu berkuasanya pasar cinta sehingga merendahkan manusia.

-Jatuh Cinta: Jatuhnya Manusia??-
"I'm falling in love.." Betapa romantisnya frase khas Paris dan Eiffel Tower tersebut. Pengertian umum yang melekat pada frase tersebut adalah seringkali diucapkan oleh lelaki pada perempuan yang disukainya. Pada detik frase itu diucapkan, hal yang kadang luput dari pengamatan adalah, mereka jatuh dalam sebuah tempat dimana permintaan dan penawaran sangat vital. Jatuh cinta adalah jatuhnya manusia. Lelaki mengatakan, "Aku jatuh cinta padamu", bukannya secara tidak langsung lelaki tersebut tunduk pada perempuan idamannya? Atau bisa juga sebaliknya. Pada kondisi tersebut, cinta menguasai baik lelaki maupun perempuan. Apakah itu buruk? Penulis tidak akan menggunakan diksi buruk dan baik, namun akan mencoba menggunakan defisit dan surplus. Jadi, apakah itu defisit? Menurut penulis, ya, itu adalah defisit, kejatuhan bagi manusia. Pada beberapa waktu kedapan setelah deklarasi percintaan tadi diucapkan, hampir seluruh aktivitas lelaki dan perempuan tersebut akan mengatasnamakan cinta. Kerja demi cinta pada pasangan, menikah karena cinta pasangan, membeli rumah sebagai bukti tanda cinta pada pasangan, dan seterusnya. Itupun jika berlanjut. Jika hal ini diukur lewat rumus Irving Fisher, pasti variabel "velocity" akan menunjukkan nominal yang besar pada cinta. Nah, sebenarnya jika cinta dipahami sebagai pembentuk manusia mungkin defisit tidak akan minus banyak. Defisit parah jika cinta hanya dipandang sebagai konsep yang mendelegasikan perasaan, bukan sebagai pengabdian yang menciptakan pikiran dan perasaan.

Mungkin, saudara dan kerabat sekalian akan bingung dengan apa yang penulis ingin sampaikan disini. Mungkin juga, muncul banyak kritik, saran, dan pertanyaan. Tapi justru itulah eksotika penulis merintis catatan ini, untuk berdiskusi dan berbagi. Setiap manusia pasti memiliki cerita tentang cinta, atau mungkin cerita tentang periode defisitnya. Namun tidak semua cinta adalah defisit. Cinta bisa jadi surplus ketika dia dimengerti sebagai tuntunan dari yang di atas, tidak hanya dipenuhi perasaan akan tetapi juga melalui pikiran yang bijak. Jujur, jika ditanya bagaimana penulis akan menindak cinta? Penulis juga masih buta arah, apa yang harus dilakukan. Saking rumitnya, penulis bahkan berpikir, mungkin inilah salah satu alasan kenapa kata "cinta" tidak diselipkan dalam kitab suci agama penulis, "terlalu".

Kediri, 3 Agustus 2011