Rabu, 09 Mei 2012

Suatu Persepsi dalam Menerapi Penderita Neurotik





oleh TIrta Firdaus Nuryananda pada tanggal 29 Februari 2012

Assalamualaykum wr wb.

     Tulisan ini adalah resume sub-bab buku berjudul Psikologi Islam ~ Panduan Lengkap dan Praktis (berjudul asli At-Ta’shil al Islami lil Dirasaat an-Nafsiyah) karya Muhammad Izzudin Taufiq yang merupakan disertasi doktoralnya dan dengan buku ini beliau mendapat predikat summa cum laude di fakultas sastra Universitas Maroko. Sub-bab yang diambil penulis resume berkutat tentang neurotic (halaman 528-539) yang merupakan turunan dari bab 2 buku tersebut. Dimohon pembaca membaca resume ini dengan kritis karena dengan membaca kritis dapat menimbulkan dinamika keilmuan yang bermanfaat bagi kita.

     Kata neurotic pada umumnya terasosiasikan dengan dua makna yaitu neurotic dalam pikiran dan neurotic dalam perilaku. Neurotik pikiran (selanjutnya disebut “neurotic” saja) merupakan pikiran yang tidak bisa diterima oleh nalar, biasanya dalam bentuk kegusaran, kecemasan, keraguan akan hal ghaib, pikiran untuk bunuh diri, pikiran untuk berperilaku criminal dan sebagainya. Bentuk nyata neurotic jenis ini pun bermacam seperti mengulang-ngulang wudhu dan shalat, memperbaiki jawaban ujian berkali-kali di luar batasan normal ataupun menyusun suatu hal tertentu dengan cara yang tidak bisa dimengerti.
Neurotik biasanya dilakukan dalam keadaan aware akan kebodohan pikirannya namun ia seolah tidak bisa memahaminya dan terus melanjutkan perbuatan tersebut dengan berasumsi bahwa tindakannya benar.
Neurotik perilaku merupakan perkembangan dari neurotic di atas, dimana saat kegelisahan sang pelaku melebihi batas normal dan ia mulai merasakan nyeri dengan perbuatannya yang berulang-ulang. Hal ini dapat menimbulkan penyakit dalam diri pelaku tersebut.
Di samping semua bentuk neurotic tersebut, ada satu bentuk kegelisahan yang berdampak positif yaitu kegelisahan biasa. Bentuknya dapat berupa menghormati waktu dan bekerja secara tertib. Bapak Muhammad Izzudin menyebutnya sebagai kegelisahan alami dan kegelisahan semacam ini tidaklah termasuk dalam level neurotic.

     Menurut kalangan Freudian, neurotic disebabkan oleh kesalahan mendidik anak ketika masih menjalani masa golden age. Kesalahan mendidik tersebut akan mempengaruhi alam bawah sadar anak tersebut dikemudian hari sehingga menyebabkan neurotic. Di sisi lain, teori fisiologis meragukan teori Freud tersebut dan mengatakan bahwa yang mempengaruhi neurotic lebih didasarkan faktor biologis dalam sistem saraf. Hal ini sudah dibuktikan akan adanya gen yang diturunkan untuk sifat neurotic ini. Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa neurosis berasal dari kejutan listirk yang terjadi di otak yang menyebabkan adanya pikiran, gerak dan mekanisme pertahanan diri. Menurut bapak Muhammad Izzudin, neurosis hanya disebabkan oleh satu hal berdasarkan pandangan Al Qur’an dan Al Hadits, yaitu stimulus dari setan. Sehingga untuk menerapi neurosis diperlukan 3 macam terapi yaitu terapi medis, kejiwaan dan spiritual.

     Terapi medis dalam yang diutarakan bapak Muhammad Izzudin Taufiq berkutat pada obat-obatan. Beberapa referensi menyebutkan penggunaan obat memiliki dampak positif bagi penderita neurosis. Obat Karba Mazibine (dosis 400mg hinggga 1600mg) yang diberikan setiap harinya selama 8 minggu hanya dapat membuat lebih baik salah satu kondisi neurotic dari sembilan kondisi yang ada (Joffe Swinson, 1987). Clhomipermine (50mg hingga 300mg) memberikan dampak pada penderita neurosis (Zoharetal, 1987). Obat Oxytocine memberikan dampaknya setelah 4 minggu diberikan pada penderita neurosis (Ansseantal, 1987). Dari referensi-referensi tersebut dapat disimpulkan bahwa neurosis kurang efektif untuk diperbaiki dengan terapi medis. Namun obat-obat tersebut dapat digunakan bila memang diperlukan.

     Dalam hal terapi kejiwaan, metode psikoanalisis banyak memaparkan cara yang efektif dalam menangani neurosis. Namun terapi psikoanalisa cenderung mengalami kesulitan di satu aspek yang penting : sulit terbukanya pasien kepada terapis sehingga kerjasama antara pasien-terapis sulit untuk dilakukan. Bapak Muhammad Izzudin berpendapat bahwa terapi tersebut sebenarnya bagus karena memiliki kelebihan dalam hal motivasi bagi ego dan daya konasi.

     Di saat neurotic (baik pikiran maupun perilaku) ini bersinggungan dengan ajaran agama, maka analisis pikiran dan cara mengatasi neurotic pun harus disesuaikan dengan nash syariat dan kesepakatan para ulama akan kesimpulan dari nash tersebut. Pada saat inilah seorang terapis bisa ikut ‘bermain’ dengan cara yang sesuai dengan nalar dan efektif, yaitu dengan cara menerangkan pada penderita tentang hukum neurosis dalam syariat Islam serta keringanan-keringanan yang diberikan padanya agar penderita tersebut mampu mengatasi dan menyembuhkan penyakit neurotiknya.

     Berikut ini adalah langkah-langkah terapi yang diberikan oleh bapak Muhammad Izzudin :
Pertama, membekali penderita dengan pemahaman akan penyakit yang dideritanya (neurosis) sehingga ia memiliki keinginan yang kuat untuk sembuh. Hal ini memudahkan proses terapi. Pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman bahwa neurosis merupakan akibat dari perbuatan setan. Terapis diminta untuk menekankan bahwa sebenarnya pengaruh setan terhadap diri pasien sangat lemah (walau pun pada kenyataannya sudah menjalar kepada perilakunya) sehingga penderita memiliki harapan bahwa dia masih bisa sembuh.

     Penyebab yang menjadikan penderita mengalami neurosis adalah keyakinan dalam diri bahwa apa yang dilakukannya selalu benar dan dibenarkan oleh syariat agama. Pemberitahuan akan sunnah yang benar dapat mengubah perilaku neurotiknya, yaitu dengan menerangkan kepada penderita bahwa apa yang disebut berlebih-lebihan itu tidaklah baik, baik berlebih-lebihan dalam hal yang kaku atau hal yang memudahkan segala urusan. Dengan informasi sejenis ini, penderita akan mendapatkan sokongan daya konasi. Selanjutnya penderita diberitahu akan bentuk-bentuk keringanan (rukhsah) yang ditetapkan syariat untuk penderita neurosis, bapak Muhammad Izzudin yakin bahwa hal ini dapat membantuk sembuhnya gejala neurotic dari penderita. Keringanan yang dimaksud dapat berbentuk tidak mengulang wudhu, mandi dan shalat walaupun ada keraguan atasnya (karena hal itu dimaklumi sebagaimana  orang yang memiliki uzur). Walaupun hal semacam ini kelihatan bertolak belakang dari kitab Talbisul Iblis dan Ighatsatu al-Lahfan karya ibn Qayyim, bapak Muhammad Izzudin yakin bahwa dengan memberitahu rukhsah tersebut dapat mempermudah penyembuhan gejala neurotic.

     Kedua, membantu penderita untuk mengucapkan ta’awudz karena ta’awudz adalah benteng dirinya dan pikirannya daru godaan setan. Hal ini serupa dengan metode thought-stopping yang dicetuskan oleh Wolpe (1973), dimana individu waspada akan pikiran buruknya serta menghentikannya dengan berbunyi ‘stop’ setiap gejala pikiran buruk tersebut muncul. Ta’awudz dapat memberikan dampak yang lebih efektif daripada kata ‘stop’ tersebut karena selain menghentikan pikiran buruk juga mengusir sumber pikiran buruk tersebut dengan meminta perlindungan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ketiga, meminta penderita melaksanakan tuntunan aplikatif seperti :
  • · Mengisi kekosongan dengan pekerjaan yang bermanfaat serta menjauhi kesendirian.
  • · Berolahraga atau berjalan-jalan ditempat yang fresh nan luas
  • · Melakukan relaksasi dengan teratur
  • · Dan lain-lain

   Terapi spiritual dapat dilakukan dengan membacakan surat Al-Falaq dan An-Naas karena kedua surat tersebut sebenarnya merupakan benteng pertahanan seorang muslim dari godaan setan. Terapis dianjurkan untuk menjelaskan keutamaan surat tersebut beserta maknannya sehingga menimbulkan rasa positif pada diri penderita.