Rabu, 09 Mei 2012

Mari Lihat Diri, Mari Menjadi Diri


oleh Tirta Firdaus Nuryananda pada tanggal 16 Maret 2012


     Sebagai awalan, saya meminta maaf kepada para pembaca karena mungkin Anda akan menghabiskan waktu Anda yang tak dapat diambil kembali hanya untuk membaca note ini. Note ini hanyalah ungkapan singkat akan suatu pandangan yang biasa, tanpa ada referensi yang mendukung dan karenanya tidak scientifically accepted. Mungkin ditulisan ini ada kata-kalimat yang sebenarnya terinspirasi dari perkataan orang lain, entah dari buku atau dari apa, namun sungguh saya tidak bermaksud mencuri kredit perkataan orang lain tersebut (karena saya hanya menulis apa yang ada di pikiran).

     Pernahkah Anda melihat diri Anda sendiri? Bukan hanya dalam perspektif ‘seharusnya aku seperti ini’, juga bukan ‘iya, aku memang seperti ini kok’. Namun lebih dalam dari itu sehingga dapat menimbulkan pertanyaan,’apakah aku memang seperti ini?’. Bila sudah pernah (bukan pura-pura pernah), apakah Anda sudah mengenal diri Anda, as a whole? Atau setidaknya mendekati itu. Tulisan ini bertujuan untuk mengajak para pembaca agar mengenali dirinya sendiri lebih dalam. Dengan demikian pembaca dapat menstabilkan kepribadiannya, lebih berkarakter dan mengetahui peran dalam ‘dunia’ pembaca sendiri. Walau itu merupakan pilihan Anda untuk menstabilkan kepribadian dan karakter Anda atau tidak.

     Diri kita adalah apa-apa yang kita lakukan terhadap diri kita, we are what we do. Diri kita secara keseluruhan terbentuk dari perilaku dan pikiran kita, dan dari kedua hal tersebut dapat kita ketahui ‘jiwa’ kita (atau sebut saja yang mendasari pikiran dan perilaku a.k.a niat). Kemudian dari ‘jiwa’ tersebut dapat kita ketahui inti/core kita. Ingat poin penting dari kalimat pertama paragraf ini, kitalah yang melakukan tindakan maka kitalah yang membentuk diri kita. Masyarakat dan faktor-faktor diluar diri lainnya hanyalah pengaruh sekunder (kecuali Tuhan Yang Maha Esa, Dia is beyond primer and secondary factor) karena yang memutuskan untuk mengikuti dorongan dari luar atau dorongan dari dalam kita adalah diri kita sendiri. Maka kenalilah diri kita dari perilaku-perilaku, dari pikiran-pikiran dan dari niat-niat kita. Bukan perilaku, pikiran dan niat yang ‘seharusnya begini’ namun yang apa adanya. Yang Anda lakukan, pikirkan dan niatkan dalam kehidupan sehari-hari entah sadar atau tidak, itulah diri Anda.
     
     Perilaku, pikiran dan niat kita berasal dari core values yang kita tanam dalam diri sendiri. Atau ditanamkan oleh orang luar &/ masyarakat kepada kita. Core values tersebut akan mempengaruhi input dan output perilaku, pikiran dan niat. Sebagai contoh, seorang samurai yang menjunjung tinggicore valuesnya (bushido a.k.a the way of samurai)akan berperilaku, berpikir dan ber’jiwa’ seperti core valuesnya tersebut terlepas dari benar atau salah isi core values tersebut. Para manusia yang berperilaku berdasarkan keinginannya (misalkan keinginan untuk berkuasa, kerakusan untuk kaya dan kebencian untuk merusak) maka dia telah menjadikan nafsu sebagai core valuesnya. Sedangkan manusia yang hanya berperilaku berdasarkan ‘agar diterima masyarakat’ atau ‘agar masyarakat memandang aku’ maka…dia tidak memiliki core values atau sudah memiliki namun belum firm. Sudahkah anda memiliki core values? Atau anda selama ini hanya berpikir dan berperilaku tanpa tujuan, hanya menjalankan aktivitas yang dijadwalkan?
Tema mengenai ini mungkin dipenuhi konsep free will, karena itu ada manusia yang ketika menyadari hal ini sengaja memilih-milih core values dan identitas dirinya tanpa mengetahui harga dari core valuestersebut. Core values bukan hanya menunjukkan identitas diri kita namun juga mengisi kehidupan kita. Bila kita bermain-main dalam memilih core values atau menjadikan ‘bermain-main’ sebagai core values, maka hidup Anda adalah permainan. Bukan kehidupan itu sendiri. Kemudian peringatan yang kedua adalah jangan lupakan faktor determinism yaitu sunatullah. Anda akan dinilai, dihargai dan diberlakukan sesuai dengan core values yang anda miliki. Bila anda sudah memiliki core values namun sayangnya bersifat batil, maka kebatilan itulah yang akhirnya anda dapatkan. We are what we do, rightSo….it means that we really deserve the result for what we do.
     
     Bagaimana dengan orang yang belum memiliki core values? Silahkan menikmati kehampaan dan kehambaran hidup. Bagaimana dengan orang yang belum matang core valuesnya? Saa nashiranai. penulis terlalu malas untuk memikirkan akibatnya. Shikani shiro, just do as you please.

     Secara sederhana, yang ingin penulis sampaikan sebenarnya adalah setiap manusia memiliki identitasnya masing-masing. Identitas manusia tersebut akan muncul dari core values yang ada dalam dirinya. Kemudian core values (atau bolehlah dikatakan sebagai identitas) tersebut akan termanifestasi menjadi ‘jiwa’/niat, pikiran dan perilaku keseharian kita. Menurut penulis, se-simple itulah diri kita. Namun pendapat di atas mungkin hanya fit untuk membahas diri kita dalam konteks  masa kini namun mungkin kurang fit untuk membahas diri kita dalam konteks masa depan. Human do always fluctuate, you see?

Dou dai? Bagaimana? Apakah Anda sudah berani untuk menatap diri dan memantapkan diri? Atau Anda masih takut untuk mengakui apa yang ada dalam diri sendiri?