Rabu, 09 Mei 2012

A Little Reminder of Usefulness


oleh Tirta Firdaus Nuryananda pada tanggal 28 Maret 2012

Pahamkah anda bahwa anda hidup bersama manusia lain di sekitar tempat anda berada? Ataukah hati anda menganggap bahwa manusia di dunia ini hanya anda? Atau mungkin bukan hati anda yang berkata demikian, namun perilaku anda? Penulis berharap pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat membuka pikiran kita untuk menerima esensi note ini. Note dibuat untuk mengingatkan kita, terutama penulis sendiri, sekaligus menyadarkan kita akan "kebermanfaatan", semoga berguna.
~Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan~

           Kita semua mengetahui bahwa kita tidak sendirian di dunia ini sebagai manusia. Ada orang lain di sekitar kita, itu sudah pasti, dari keluarga hingga strangers. Namun pengetahuan bahwa kita tidak sendiri sebagai manusia di dunia ini kadang-kadang disalahgunakan. Penyalahgunaan akan pengetahuan tersebut termanifestasi dalam dua bentuk, terlalu menuntut dan bergantung pada orang lain dan pasifitas perilaku. Secara ringkas, manifestasi tersebut mengarah/bersumber pada kalimat semacam ini : mereka bermanfaat bagi kita dan kita tidak bermanfaat bagi mereka. Apakah ini adil padahal kita sesama manusia?
Kebermanfaatan dalam diri seorang manusia berasal dari jiwa, prinsip atau inti manusia tersebut. Bila kita tidak memiliki jiwa akan kebermanfaatan, maka kita akan menjadi pribadi yang individualis. Bila kita tidak memiliki prinsip untuk memberikan kebermanfaatan kepada orang lain yang membutuhkan, maka kemanusiaan kita patut dipertanyakan. Kita sebagai seorang muslim, memiliki jiwa dan prinsip yang bersumber dari al Quran dan Hadits. Di dalam kedua sumber tersebut dapat kita temukan urgensi menebar kebermanfaatan kepada orang lain dan kita sendiri paham bahwa Islam adalah agama yangrahmatan lil alamin. Hal ini mengindikasikan keperluan kita untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar tanpa pandang bulu secara adil, karena sifat Islam yang rahmatan lil alamin. Maka adalah fatal mistake apabila kita, sebagai kaum muslim, berpaham bahwa agama hanya untuk kepentingan diri dan “rumah” (comfort zone) kita. Kebermanfaatan sebagai seorang muslim harus bisa dirasakan oleh manusia-manusia yang hidup di sekitarnya.

             Kebermanfaatan juga berasal dari apa yang kita pelajari. Namun hal tersebut seringkali diabaikan, dilalaikan dan diartikan secara dangkal oleh para manusia sehingga mereka belajar bukan untuk melahirkan kebermanfaatan melainkan untuk nilai dan indeks prestasi. Bila kita belajar hanya untuk nilai dan indeks prestasi, maka kebermanfaatan tersebut hanya bersemayam pada tingkat individu. Orang-orang yang masuk ke dalam golongan ini adalah orang-orang yang kesepian dan belum dewasa karena memiliki egocentrisme yang tinggi. Sebaliknya, bila kita belajar untuk mengembangkan suatu kebermanfaatan maka keuntungannya tidak hanya kita rasakan namun orang lain juga merasakannya. Kesejahteraan dan kualitas kehiudapan masyarakat meningkat, bukankah itu sebuah greater and nobler profit?

            Seringkali manusia lebih memilih keadaan nyaman untuk dirinya sendiri, tidak peduli bagaimana kondisi manusia lain disekitarnya. Seringkali manusia “membatasi” kebermanfaatan dirinya dengan mengatakan,”aku sudah bekerja dan berusaha sesuai dengan kemampuanku di tempat ini, maka aku sudah berusaha untuk bermanfaat”, suatu bentuk kebodohan karena membunuh karakter diri sendiri. Manusia diciptakan olehNya untuk menjadi khalifah (QS al Baqarah : 30), maka khalifah macam apa kita apabila tidak memberikan atau membatasi kebermanfaatan bagi lingkungan sekitar?