Rabu, 13 April 2011

Bentuk-bentuk Classical Conditioning dalam Kehidupan Sehari-hari

Contoh Classical Conditioning dalam Kehidupan Saya



Ketika saya masih kecil, saya adalah seorang anak yang biasa saja. Bermain seperti anak balita seperti kebiasaan. Namun, pada hari itu berbeda. Di rumah yang orangtua kontrak yang berlantai dua menjadi saksi bisu betapa seorang anak-anak harus dalam pengawasan orangtua dalam bermain. Sore itu adalah sore yang cukup indah karena matahari berwarna kejinggaan dan tampak mulai menenggelamkan dirinya. Berbeda dengan saya, saya sedang bermain dengan anak tetangga yang untuk ukuran anak kecil mungkin termasuk nakal di lantai dua yang cukup tinggi. Ketika itu, saya didorong oleh teman saya itu sampai kepala terhempas ke bawah dari lantai 2 tersebut. Nah, hubungannya dengan classical conditioning adalah pengalaman tersebut mungkin secara tidak langsung dan bertahap membuat saya takut ketinggian karena pengalaman memori akan mengingat hal tersebut. Apabila saya berada di ketinggian, saya mungkin sangat takut karena efek dari pengalaman dan akibat yang dihasilkan oleh benturan tersebut. Benturan yang membuat kepala saya seperti tomat jatuh tersebut, juga menimbulkan trauma.


Kedua, ketika saya kecil, saya diasuh oleh saudara Ibu karena Ibu mengajar di pelosok daerah. Kira-kira saya berumur 3 tahun. Apabila saya mau tidur, agar tidur tante saya menakut-nakuti saya dengan cara seperti ini. “ Kalau tidak tidur ntar digigt cicak “, kata tante saya tersebut kira-kira. Apabila cuma sekali dan tidak ada contingency, maka saya tidak akan takut. Namun, karena contingency tersebut dilakukan dan dikondisikan terus menerus secara tidak sadar sampai sekarang apabila saya melihat binatang yang bergenre kadal dan semacamnya saya takut. Awalnya saya tidak mengetahui penyebab saya takut cicak, namun setelah saya mendapat materi tentang conditioning, saya menjadi tahu mengapa saya bisa takut dan meghindar apabila ada seekor cicak yang dihadapkan kepada saya.

Ketiga, dahulu sewaktu balita juga, saya sering menderita demam. Demam bagi anak kecil memang sering terjadi. Namun, ketika saya demam saya sering bermimpi seperti sangat sakit sekali dan seperti jatuh dari corong asap yang lebar yang sangat dalam dan tidak ada dasarnya. Hal ini juga memicu ketakutan saya terhadap ketinggian atau acrophobia. Pengalaman dan contingency dalam hal tersebut yaitu pengulangan mimpi buruk seperti jatuh dari tempat yang tinggi tersebut membuat otak saya menyimpan informasi negatif dan apabila dihadapkan dengan hal yang berhubungan dengan ketinggian saya akan takut dan menghindar.

Hal ini juga terjadi pada Ibu saya. Ia juga sering ditakut-takuti dengan bangkai. Pada awalnya ia tidak takut dan biasa saja. Namun, karena ada contingency dari neneknya yang berupa pengulangan terus-menerus dan penekanan bahwa bangkai adalah hal yang harus ditakuti menyebabkan otak menyimpan pengalaman tesebut sebagai pengalaman negatif. Sampai saat ini, Ibu saya sangat takut dan jijik apabila dihadapkan terhadap bangkai.

Adik saya, awal mulanya tidak takut dengan hal yang berbau “hantu.” Dahulunya ia memang tidak takut juga. Namun, karena efek pengkondisian berupa suara-suara yang menakutkan dan rupa wajah yang menakutkan juga membuat ia lama kelamaan menjadi takut terhadap hal yang berbau "hantu.” Dan pada akhirnya apabila ia ingin buang hajat di toilet pada malam hari yang identik dengan kesan hantu dan segala macamnya, ia akan lebih memilih menahan buang airnya ketimbang ia berada sendirian di toilet ditambah lagi waktunya malam hari. Ini yang disebut avoidance behavior.
Seperti percobaan Pavlov, ketika Ibu saya memasak dan bunyi dentang denting sendok masak tidak terlalu saya hiraukan. Namun, pada saat dibarengi dengan bau masakan yang harum dan dipasangkan dengan dentingan sendok masak lama kelamaan saya yang memang hobi kuliner ini, terkondisikan apabila ada dentungan tersebut membuat saya lapar.

Ketika masa SMA, saya memang lebih rajin belajar dibanding masa sebelumnya. Saya dikondikan apabila mendapat juara maka akan dibelikan sepeda. Ini memicu motivasi saya untuk menjadi juara. Ketika ada reward yang dipasangkan dengan juara akan menimbulkan motivasi dalam diri saya.

Saya sering jatuh dari motor. Mungkin juga karena penerimaan rangsangan dari tubuh saya sendiri agak buruk membuat saya apabila mau mengebut dan memacu kendaraan dalam kecepatan yang tinggi tib-tiba saya akan me-rem atau menginjak pedal rem secara spontan. Ini juga merupakan efek dari pengkondisian tersebut.