Kamis, 23 Juni 2011

Tugas Garfinkel Psikologi UI 2010 Inkemas


TUGAS INKEMAS(INDIVIDU, KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT)
TENTANG ETNOMETODOLOGY : BREACHING EXPERIMENT


Oleh:
M. Fajri/ 1006689076
Tirta Firdaus N.
Akhmad Syofwandi
Aggtha Riany Pakaya

Pendahuluan
Penelitian yang dilakukan oleh Harold Garfinkel ini dilakukan untuk melihat respon masyarakat terhadap perbuatan yang melanggar nilai dan norma. Earl R. Babbie menyebutkan ada aturan-aturan sosial yang membatasi perbuatan yang melanggar atau yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat tersebut. Babbie menyebutkan bahwa seorang individu mempunyai reaksi negatif ketika mereka melihat seseorang memperbaiki sesuatu yang tidak seharusnya atau tidak pada tempatnya menjadi sesuatu yang dilakukan secara rasional.


Penelitian ini sekarang lebih sering disebut sebagai Garfinkel. Sesuai dengan sang nama penemu penelitian ini. Penelitian ini juga dapat memperlihatkan hal yang di luar dugaan dalam hal respon masyarakat. Kami mendapatkan respon di luar dugaan kami. Ada yang sangat ekstrem menanggapinya dan ada juga yang bersifat biasa saja terhadap pelanggaran aturan sosial tersebut.

Pelanggaran yang dilanggar oleh kami tidak terlalu mencolok namun terlihat sangat berpengaruh signifikan terhadap masyarakat. Kami melihat bahwa dari sisi budaya bahwa di Indonesia masih sangat kental dan sangat ajeg budayanya. Kami melakukan penelitian ini di Depok yang masyarakatnya banyak yang merupakan pendatang dari daerah lain di Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa budaya dari daerah lain masuk ke daerah ini secara langsung melalui pendatang dari daerah lain tadi.

Budaya makan di Indonesia adalah hal yang telah menjadi kebiasaan yang lumrah di masyarakat Indonesia. Namun, dengan penelitian kami ini yang memasukkan unsur negatif dalam hal pola makan, kami ingin melihat apakah kebanyakan masyarakat yang kami jadikan objek penelitian, merespon dengan cara yang bagaimana.


Problemafika

Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon individu atau masyarakat terhadap perbuatan yang melanggar norma dan aturan sosial yang ada di masyarakat tersebut. Percobaan yang kami lakukan termasuk dalam etnometodology. Etnometodology adalah metode untuk mengerti tentang tertib sosial yang digunakan oleh masyarakat secara universal dengan menganalisis nilai dan deskripsi mereka tentang pengalaman dari hari ke hari. Salah satu metode dari etnometodology ini adalah Breaching Experiment.

Breaching Experiment adalah penelitian yang bertujuan untuk meneliti reaksi atau respon individu atau sekelompok orang di suatu masyarakat terhadap sesuatu hal atau perbuatan yang melanggar norma dan kebiasaan. Norma tersebut bersifat umum dan dapat diterima oleh kebanyakan orang. Pelanggaran yaitu dengan melakukan perbuatan out of the usual. Penelitian ini dikemukakan oleh Harold Garfinkel.
Breaching experiment juga dipergunakan untuk meneliti seberapa besar garansi/ toleransi seseorang terhadap pelanggaran aturan-aturan sosial dan norma yang ada. Apabila masyarakat tersebut bersifat majemuk mungkin toleransi yang ada juga cukup tinggi mengingat tingkat individualistis yang tinggi. Bisa diambil kesimpulan bahwa pada masyarakat tersebut, apabila terjadi pelanggaran terhadap aturan sosial yang ada mereka masih dapat mentolerirnya. Sejauh mana atau sebatas mana masyarakat tersebut mampu mentolerir pelanggaran tersebut.

Kami melakukan percobaan Garfinkel yaitu “ Makan di Warung Tegal Dengan Cara Tidak Memakai Tangan. ” Di sini kami melakukan hal tersebut mirip dengan cara binatang memakan makanannya. Bedanya kami melakukan proses tersebut dengan mengangkat piring dengan kedua tangan kemudian memakan makanan kami dengan mulut tanpa menyendok makanan tersebut.
Kami memilih percobaan ini karena kami menganggap bahwa memakan tanpa menggunakan tangan adalah hal yang melanggar norma atau kebiasaan manusia pada umumnya. Sesuai dengan prinsip kahal itu tidak dilaksanakan sebagaimana biasanya maka hal tersebut akan ditentang dan mendapat respon negatif dari orang lain.



Kerangka Berpikir

Dalam buku Etika karangan K. Bertens yang dikutip dari Hans Johan, disebutkan bahwa nilai adalah sesuatu yang kita tujukan baik. Hal ini berarti bahwa nilai itu adalah segala sesuatu yang bernilai positif dan mengandung makna yang baik. Nilai dalam masyarakat di setiap negara berbeda-beda. Terkait dengan budaya, nilai-nilai tersebut mempunyai karakteristiknya masing-masing. Indonesia yang kental akan budaya ketimuran lebih mengutamakan kesopanan, keramah-tamahan, keakraban, dan nilai-nilai yng dapat kita katakan “membumi.” Apabila dibandingkan dengan negara-negara Barat yang mana warga negara dan masyarakatnya lebih mengutamakan kepentingan perseorangan dan egosentrisme, mereka lebih mementingkan kepentingan personal yang bersifat individualistis.
Hal ini juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya respon dari masyarakat. Indonesia yang mempunyai budaya ketimuran yang bisa dianggap lebih baik dalam kesopanan, apabila ada anggota masyarakatnya yang melakukan pelanggaran sosial maka mereka cenderung akan mendapatkan sanksi sosial yang cepat dari anggota masyarakat yang lain.

Di negara Barat, contohnya negara Amerika Serikat, nilai-nilai yang melanggar sosial atau bertentangan dengan aturan sosial yang ada tidak terlalu direspon oleh masyarakat. Respon yang ada tidak terlalu besar karena tingkat toleransi di negara ini terbilang tinggi. Hal ini sesuai dengan prinsip kota modern yang bersifat indiviualistis dan tidak terlalu mempermasalahkan masalah sosial atau penyimpangan(deviasi) yang tidak terlalu besar.

Apabila ada anggota masyarakat di negara Amerika Serikat ini yang melakukan pelanggaran, mereka akan bersifat tidak terlalu responsif terhadap hal tersebut. Budaya yang berkembang di negara ini juga menjadi pertimbangan rasional. Negara ini juga terjadi banyak pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran yang ada telah membuat hal yang tidak wajar yang dilakukan secara masif akhirnya dianggap secara wajar. Jadi, batas standar kewajaran di negara ini terbilang tinggi. Banyak hal yang menurut kita melanggar (di negara kita Indonesia), adalah hal yang wajar di negara ini.

Kekuatan aturan dari anggota masyarakat terhadap pelanggaran aturan-aturan sosial yang ada berhubungan dengan kekuatan respon yang dihasilkan masyarakat terhadap pelanggaran tersebut (Garfinkel, 1967). Apabila responnya sangat kuat atau tidak menerima pelanggaran aturan di masyarakat tersebut maka aturan sosial yang ada diterapkan secara benar dan ketat.
Ditilik dari segi etika, manusia modern diajarkan untuk menyantap makanan sesuai dengan aturan yang ada. Kita mengambil contoh yaitu table manner. Dari Wikipedia, table manner adalah etiket seorang individu dalam makan yang mencakup tata cara penggunaan peralatan makan maupun hal yang berkaitan dalam proses memakan makanan yang sesuai dengan prinsip kesopanan.

Table Manner di Indonesia (dari Wikipedia ):
1. Di Indonesia, makanan disajikan dalam bentuk piring hidangan bersama yang menyajikan banyak makanan(seperti di pesta perkawinan) dan setiap orang menyendok atau mengambil nasi kemudian mengambil hidangan yang tersaji di piring hidangan tersebut ke piring mereka masing-masing.
2. Tidak boleh menggunakan sendok yang kita pakai untuk menyuap nasi ke dalam mulut kita untuk dipakai ke piring hidangan bersama yang disajikan untuk bersama-sama atau anggota jamuan.
3. Hindari memakan piring hidangan bersama secara tergesa-gesa atau seakan hidangan tersebut hanya untuk individu tersebut.
4. Tidak boleh berbicara atau tertawa ketika makanan berada di dalam mulut.
5. Tidak boleh menggunakan tangan kiri untuk makan atau mengambil makanan. Ini dipandang sebagai hal yang tidak sopan karena tangan kiri digunakan ketika akan buang air.
6. Tidak boleh makan sebelum yang menyajikan hidangan atau tuan rumah mengizinkan untuk makan. Harus dipersilahkan makan dulu dari tuan rumah.
7. Harus membiarkan yang senior atau yang lebih tua umurnya untuk mengambil makanan petama karena ada prinsip kesopanan dari tingkat umur.
8. Tidak sopan apabila makanan yang terletak di bagian kiri dari piring yaitu nasi, tidak dihabiskan.
9. Tidak sopan apabila membuat kegaduhan atau kebisingan ketika makan.
10. Hindari makan dengan cara tergesa-gesa dan cepat karena akan dianggap rakus.
11. Meminta izin yang tua atau semisal orang tua apabila akan memakan sesuatu.
12. Tidak boleh mengembalikan makanan yang telah kita ambil dan diletakkan dalam piring kita ke dalam piring hidangan bersama kembali karena akan membuat jijik orang lain yang akan memakan hidangan tersebut.
13. Terkadang memakan dengan tangan adalah hal yang kurang sopan apalagi dengan makanan yang mengandung tulang maka tidak terlihat formal. Namun, kebanyakan daerah di Indonesia tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut.
14. Cuci tangan sebelum makan.
15. Tidak membuat suara ketika makan atau menguyah makanan atau memkul piring kita.

Table Manner di Indonesia berdasarkan data di atas adalah makan dengan sendok. Namun, kami membalikkan keadaan menjadi seperti seorang yang bertingkah seperti binatang. Makan dengan lahap tanpa menggunakan tangan. Berdasarkan norma yang ada di masyarakat makan tanpa menggunakan tangan adalah hal yang sangat tidak wajar. Normanya adalah harusnya seseorang menggunakan sendok dengan bantuan tangan untuk memakan makanannya atau boleh menggunakan tangan tapi harus dengan tata cara makan yang baik, tidak seperti binatang yang kelaparan.

Percobaan yang dilakukan di Warung Makan Tegal ini, juga tidak sesuai dengan latar atau setting individu. Kami melakukan percobaan ini di tempat yang cukup banyak didatangi oleh orang. Kebanyakan tempat umum bertujuan untuk menghidangkan makanan secara formal. Mulai dari proses duduk di tempat yang telah disediakan, memesan makanan, makan dengan sendok atau secara tradisional dapat menggunakan tangan( contohnya adalah kebiasaan orang Padang).

Kami mempertimbangkan apabila makan dengan tangan masih dianggap tidak melanggar norma yang ada. Oleh karena itu, dasar pemilihan makan tanpa menggunakan tangan adalah sebuah hal yang sederhana tetapi sangat bermakna dan sangat terasa keganjalan dari hal tersebut.

Rencana Aktivitas
Kegiatan :Breaching Experiment: Makan Tanpa Menggunakan Tangan di Warung Tegal (Makan Seperti Binatang) dengan Posisi Duduk
Tanggal : 5 Mei 2011
Waktu : 11.00-12.00 WIB
Tempat : Di 2 Buah Warung Tegal Kukusan Kelurahan
Aktor : Akhmad Syofwandi, M. Fajri, Tirta Firdaus N.
Dokumenter : Akhmad Syofwandi, M. Fajri
Wartawan : Tirta Firdaus
Percobaan I : Akhmad Syofwandi
Percobaan II : Tirta Firdaus N.
Percobaan III : M. Fajri

Pelaksanaan Aktivitas
Percobaan I
Aktivitas dilaksanakan di warteg pertama di Kukusan Kelurahan. Kami melakukannya dalam keadaan cuaca yang kurang mendukung karena hujan yang turun di sekitar kawasan tersebut. Pukul 11.00, kami melakukan aksi “nekat” yaitu dengan memesan makanan kemudian melakukan aktivitas makan tanpa menggunakan tangan. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Akhmad Syofwandi. M. Fajri berperan sebagai perekam adegan tersebut. Pada saat pelaksanaan yang pertama ini, warteg ini cukup banyak didatangi oleh pembeli yaitu 3 orang. Andi duduk di bagian sebelah kanan warteg. Ia memesan. Kemudian ia melakukan percobaan “Makan Tanpa Tangan” tersebut. Ia mengangkat piringnya, lalu makan seperti binatang. Orang yang duduk di sebelahnya melihatnya dengan aneh. Pihak penjaga warteg pun bereaksi yang sama. Sesekali melirik ke arah Andi, merasa si Andi tersebut berprilaku yang aneh. Pihak warteg tersebut telah menyediakan sendok karena dalam formalitas makan memakan, biasanya para penyaji makanan di warung makan menyediakan sendok langsung ketika makan.

Percobaan II

Perrcobaan pertama tersebut berhasil menarik perhatian orang yang juga makan di warung tersebut. Kemudian percobaan yang kedua dilakukan. Kali ini dilakukan oleh Tirta Firdaus. Ia melakukan proses yang sama dengan Andi. Hal ini juga menghasilkan reaksi yang tidak jauh berbeda dengan partisipan yang pertama. Orang di sebelahnya yang juga makan, bereaksi pindah tempat makan dari tempat Tirta berada. Pihak penjaga warteg pun berespon sama. Mereka terheran mengapa ada dua orang yang melakukan hal tersebut bergantian. Mereka sempat mengira bahwa keduanya sama mempunyai kelainan jiwa.

Percobaan III
Percobaan ketiga pun dilakukan. Kali ini pengunjung warung yang dijadikan tempat percobaan lebih banyak pengunjungnya. Warung ini tidak begitu jauh dari warung pertama tadi. Percoban pun dimulai. M. Fajri yang menjadi partisipan untuk percobaan ketiga ini pada awalnya memesan secara formal atau seperti kebanyakan pengunjung biasanya. Kemudian ia melakukan aksi “makan tanpa menggunakan tangan” tersebut. Pada awalnya sempat hampir gagal karena Fajri hampir melakukan kesalahan yaitu dengan tertawa namun berhasil ia tutup kembali dengan memakan tanpa tangan tersebut.
Hal ini memunculkan reaksi yang sangat responsif dari pemilik dan pengunjung warung ini. Si pemilik yang mengantarkan makanan ke pengunjung lain terheran-heran dan melaporkannya ke penjaga warung yang lain. Mereka agak ketakutan karena menyangka Fajri tidak waras. Pengunjung yang duduk di sebelah Fajri tertawa kecil karena melihat tingkahnya tersebut. Pengunjung yang ada di seberang tempat Fajri makan melihat terus-menerus aksinya tersebut. Sempat terhenti agak lama pengunjung tersebut untuk makan kembali. Ia seakan jijik dan mau pindah ke tempat makan yang lain.


DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Rafalovich, A. 2006. Making Sociology Relevant: The Assignment and Application of Breaching Experiment. Texas: Proquest Sociology
Wikipedia.com